Tuesday, December 29, 2020

pejuang sejati

Aku hanya diam saja. Setengah berjongkok menemaninya. Jari-jari yang sudah berkeriput itu nampak bergetar. Nampak di pangkuannya beberapa butir nasi yg tidak sempurna masuk ke mulutnya. Setelah beberapa suap, Beliau berhenti. Diteguknya air mineral yg tinggal separuh. Setelahnya, Beliau tak lagi melanjutkan makan siang. Nasi bungkusnya masih setengah, diikat kembali. "Buat nanti lagi Mas", katanya.

Suparjo. Itu kata yg kudengar ketika kutanya namanya. Aq jg tidak begitu yakin krn suaranya tdk begitu terdengar jelas. Yang nampak jelas, beliau adalah salah satu figur pejuang sejati yg pernah kutemui. Dari pagi beliau berjalan kaki berkilo-kilometer menggendong lincak. Kursi panjang dari bambu, yg aq sendiri engga yakin bakal kuat buat ngangkat.

Beliau memilih berjualan karena tak mau menggantungkan hidup pada orang lain. "Nek kesel, kulo njih leren. Mangke mlampah maleh", katanya sambil menyandarkan punggung di dinding beringin alun². Menikmati teduh. (mt)

tentang amanah dan rizki yang baik dan halal

Suara announcer di stasiun pekalongan dan hawa dingin di kaki membangunkanku. Kutengok jam tanganku, 01.00. Masih sejaman sebelum Argo Anggrek sampai di Tawang. "Bakalan lama nih!" batinku. Aku sudah sangat lelah. Perjalanan Jepara-Jakarta bolak-balik bener² menguras energi. Dua malam aku tidur di atas "roda". Kemarin di bis malam, malam ini, kereta.


Kupejamkan kembali mataku, berharap bisa tidur lagi. Gagal. Hawa dingin terasa menusuk. Entah sejak kapan Argo tak lagi menyediakan selimut buat penumpangnya. "Kampret nih Kopet, nyusahin aja"! rutukku dalam hati. Akhirnya, sejaman itu kuhabiskan dengan main sudoku sambil sesekali stretching, jalan dari gerbong ke gerbong.

Tepat 02.08, keretaku sampai di Tawang. Bergegas aku turun. Di pintu ke luar tiga orang sopir taksi menyambutku, menawarkan jasa. Kugelengkan kepala, "Sampun pesen travel Pak". Di pintu keluar kuedarkan pandangan, tujuanku satu: warung kopi. Tapi hanya gelap yang kuliat. Sepi. 

Masih 2,5 jam sebelum travel menjemput. Badan yg sudah sangat lelah menuntunku ke masjid di dekat pintu masuk. Disana kutemui bbrp orang yg lelap. Sesekali ada yg menggerakkan tangan, mengusir nyamuk² atau sekedar membetulkan posisi tidur. Aku, yg sebelumya hanya berniat nyender, akhirnya ikut lelap berbantal ransel.

Rasanya baru sekejap memejamkan mata ketika aku terbangun. Tepukan halus di pundak dri penjaga masjid membangunkanku. Kulihat jam tanganku, 03.15. Suara sholawat tarhim terdengar. Sebentar lagi subuh.

Bergegas aku bangun, mengambil wudhu. Sholat 2 rekaat dan membaca Quran sambil menunggu adzan. Baru satu makra', terdengar langkah-langkah cepat. Ternyata tukang becak yg biasa mangkal di deket pintu masuk sudah bersiap untuk berjamaah shubuh

Selese adzan, tukang becak yg tadi kuliat nampak mendekat ke arah mic. Ternyata, dia orang yg dipercaya untuk melantunkan puji²an sekaligus iqomat. Pujian yg dilantunkannya sungguh indah. Sebuah nasehat tentang kehidupan abadi di akhirat. Bahwa bekal yg hakiki setelah nyawa dicabut adalah amal saleh, bukan harta, pangkat, ataupun jabatan. Pujian klasik yg dilantunkan dalam bahasa Jawa.

Lepas shubuh, aku beringsut keluar masjid. Menunggu travel di deket pintu masuk stasiun tawang. Kutemui tukang becak yg tadi melantunkan puji²an. Beliau sudah berganti seragam. Peci berganti topi. Sarung dilepas menjadi celana 3/4. "Becak Mas, badhe ten pundi?" ucapnya ramah ketika melihat aku mendekat. "Mboten Pak, nenggo travel" jawabku sambil izin ikut duduk di dekat becaknya.

Lalu, kami pun ngobrol. Pak Sutarmin, begitu beliau menyebut namanya, ternyata dri Jepara, tepatnya di Rengging. "Wah, sampun jaman sepur kayu mas, kulo ten mriki" jawabnya ketika kutanya sudah berapa lama mangkal. Mengalir beliau bercerita, tentang beliau yg putus sekolah sejak kelas 3 SD. Tentang kesulitan bekerja di desa karena tidak mempunyai lahan. Tentang becak² yg dlunya pernah jaya, bahkan ada paguyuban, tpi kemudian mulai kalah dengan adanya ojek online. "Sak niki tinggal 4 mas, termasuk kulo", katanya sambil menunjuk lokasi becak² yg tersisa.

Hebatnya, tak ada nada mengeluh ataupun menyalahkan keadaan dari suaranya. "Rezeki niku sampun diatur mas. Tugas kulo, iktiyar. Usaha sing sae tur halal kersane rejekine ugi sae lan halal. Kulo niku mpun dicukupke Gusti Alloh. Wong misale kulo diparingi kathah njih dereng mesti cukup mas", urainya panjang tanpa ada maksud menggurui.

Aku manggut² mendengarkan. Meresapi satu lagi pelajaran hidup yg "mahal". Pada saat² seperti inilah aku merasa bhw banyak dri diriku yg perlu diperbaiki. Mungkin halal, tpi apakah yg kudapatkan baik? Seringkali aku mendapatkan sesuatu yg sebenernya tidak layak dan "pas" untuk diterima. Hanya "haha, hihi",  melancong kesana kemari, bahkan kadang kurasa lebih layak disebut liburan bukan dinas, tpi dibayar dengan uang pajak rakyat. Halal, iya, tapi sungguh jauh dri kata baik. Ya Alloh. Astaghfirullohal 'adhiim..

Saat itu juga aku merasa bahwa sungguh jabatan adalah amanah yg berat. Banyak orang² seperti Pak Sutarmin² yg mestinya hidup lebih baik. Diangkat derajat kesejahteraannya dengan kebijakan yg berpihak pada rakyat. Tidak terbayang nanti di Yaumul Hisab jika ditanyakan untuk apa jabatan yg diamanahkan. Ya Alloh, Ya Robbanaaa.. khaasibnii khisaaban yasiiroo..

Ingin rasanya aku mendengarkan lebih banyak cerita dri beliau, tapi pembicaraan kmi terhenti. Telpon dri travel mengingatkan agar aku bersiap. Dan benar, tak sampai 5 menit, Hi-Ace warna putih sdh terlihat. Aku bergegas menaikkan ransel. Kusalami beliau. Apa yg kuselipkan pd saat kami bersalaman, sungguh jauh dari apa yg kudapatkan dari beliau. Matur nuwun Bapak.

Saestu, kulo Matur nuwun. Mugi Alloh Ta'ala tansah paring berkah, rezeki tetep iman islam, kesehatan, dan keselametan kagem njenengan. Aamiin. (mt).

Friday, October 2, 2020

self reminder

Jika kita digaji "pemilik" kantor, tpi di jam kantor lebih banyak ngerjain hal² pribadi dan/atau bukan kerjaan kantor, dan ngerasa bahwa yg kita lakukan itu baik² saja. Apakah gaji yg kita terima adl termasuk rejeki yg thoyyib?


#selfReminder

Rengginang ErKa

Tersebutlah di negeri pelangi, sebuah catering yg sangat terkenal. Namanya Catering Mbak Vega. Tpi, orang lebih mengenalnya dengan nama ErKa. Nama yg melekat sesuai dengan nama produk unggulannya: Rengginang ErKa.


Seperti biasa, di bulan Mei dan Juni, pesanan Rengginang ErKa meningkat dibanding bulan² lain. Mei dan Juni memang bulan² yg spesial di Negeri Pelangi krn di bulan² inilah banyak desa yg mengadakan ritual Tabur Rengginang. Ritual suci agar desa mendapatkan limpahan berkah dari para Dewa².

Sore itu kesibukan nampak di Catering Mbak Vega. Tumpukan rengginang nampak berjejer rapi. Beberapa karyawan memasukkan rengginang² itu ke bungkusan plastik. Mereka memasukkannya dengan hati² agar tidak rusak.

Tiba², terdengar suara Mbak Vega, "Stop! Pesenan rengginang batal, ganti Kerupuk Tengiri". Karyawan² itu nampak panik. Satu orang berdiri sambil berkata, "Maaf Mbak, tapi kita g ada waktu buat bikin Kerupuk Tengiri. Pesen juga udah ga bisa."

Mbak Vega terhenyak. Tapi sejurus kemudian dia tersenyum, "Kalo plastik Kerupuk Tengiri, kita masih ada stoknya kan?"
"Oh, klo kantongnya aja, kita ada Mbak", jawab karyawan itu.
"Yawis, ganti bungkus rengginang dengan plastik Kerupuk Tengiri" kata Mbak Vega lagi. "Udah, ga usah dibuat ribet, toh pelanggan kita ga tau bedanya Rengginang ama Kerupuk Tengiri", lanjut Mbak Vega seakan memahami kebingungan para karyawannya.
"Siap Mbak!" jawab serentak para karyawan.

Sang asisten, yg dri tadi diam di samping Mbak Vega, tersenyum, sambil berbisik, "Brarti kayak pesenan Kripik Bawang kemarin ya?".
"Yoi! Kayak g ngerti aja!" jawab Mbak Vega sambil mengunyah rengginang yg renyah itu.

Begitulah, apapun pesenannya, rengginang ErKa-lah yg akan disajikan. Isi sama, bungkusnya saja yg berbeda.. (mt)

(Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian, dan/ataupun cerita itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan)

insting

"Nuruti corona, ora nguntal Mas!". Kalimat itu diucapkan seseorang ketika kami ketemu, antri cukup lama di bengkel. Jika itu terdengar kasar, maka njenengan semua harus dengar kata² seseorang yg pernah sy jumpai di suatu tempat yg tak mungkin sy sebutkan di sini. "Corona ki Ndobol! Doktere ora iso dipercoyo. Loro maag yo corona, DBD yo corona, jantung yo corona. Opo² kok Corona. Wingi jare sing nduwe mebel ya corona, jebule kleru. Sing dodol sego goreng, yo kleru. Wis biasa ae.!"


Begitulah, sudah lebih 3,5 bulan pandemi covid-19 melanda dan menghantam hampir semua aspek. Belum ada kepastian kapan ini akan berakhir. Padahal banyak hal tidak bisa menunggu, terutama urusan perut. Maka, berlakulah "hukum alam". Selain rasa takut, manusia juga dibekali Gusti Alloh insting untuk beradaptasi dan bertahan hidup. Ketika naluri utk bertahan hidup melampaui batas ketakutan, ya begitulah. Rasa takut pelan² akan hilang karena ada batas rasa bosan pada rasa takut. Dan ini juga sejalan dengan kondisi psikologis yg dominan berkembang di masyarakat bahwa selama tidak ada korban yg berjatuhan di depan mata langsung, maka proses hilangnya rasa takut akan semakin cepat. 

Data² kenaikan yg positif dan meninggal pun ndak berarti apa². Karena itu semua "jauh". Tidak di depan mata dan tidak jadi bahan obrolan sehari². Yg diinget adalah "Opo² kok Corona". Yg diobrolkan adalah "kesalahan diagnosis (atau pemberitaan?)" pada 2 dari ratusan kasus tersebut.  Psikologis ini layaknya hipotesis. Yg ditolak justru yg diingat dan dicari.

Sy ndak tau mesti mbales ngomong apa ke temen ngobrol tadi. Menurut sy, apa yg disampaikannya tidak salah, tapi bukan berarti benar dan bs jadi pembenaran. Sy jg tdk punya solusi konkret untuknya. Sy hanya bisa nitip pesen, "Tetep sehat dan semangat Pak. Monggo makaryo, tpi nyuwun sewu, ampun kesupen ngagem masker, jaga jarak dan rajin² cuci tangan njih. Mugi² Alloh Ta'ala paring kesehatan dan keselamatan untuk kita semua. Segera diangkat wabah ini"... (mt)

Best Partner

Jika Anda pecinta bola, maka Anda pasti tau N'Golo Kante. Pekerja keras yg tak banyak bicara. Statistiknyalah yg berbicara. Dia tak hanya menjadi benteng pertama sebelum pemain lawan berhadapan dengan barisan pertahanan, tapi sekaligus perusak permainan lini tengah lawan. Intersepnya seringkali menjadi titik awal counter attack yg mematikan. Kemampuan read the game and covering area-nya sempurna. Sebegitu hebatnya sampai ada ungkapan, "70% bumi ditutup air, sisanya oleh Kante".


Aku, kenal satu orang dengan tipikal seperti Kante. Pekerja keras yg memilih menghindari sorotan cahaya. Duduknya selalu di barisan pinggir bahkan seringkali jauh ke belakang. Padahal, dialah pemain utamanya.

"Aku kan ga lapo²". Itu kalimat andalan yg sering dia katakan tiap kali ada yg memuji kinerjanya. Tapi semua orang tau, "dia orangnya". Dialah yg menutup hampir semua "lubang" yg ada (dlm pekerjaan kmi). Tanpa dia, "kapal" kmi mungkin sudah karam, entah dari kapan taun.

Selamat bertugas di tempat pengabdian baru Bu Kepala Staf. Bismillah. Sepenuh hati aku percaya kamu amanah. Mugi² tansah pinaringan kesehatan, keselamatan, dan kelancaran. Sukses selalu. Barokallah.. (mt)

Wednesday, September 23, 2020

belajar bersyukur

Lebih dari 2 dasawarsa tidak berjumpa, nyaris tak ada yg berubah darinya. Kami, teman satu SMP. Bukan teman dekat, jika pertemanan itu diartikan dengan luntang-luntung bareng ato sekedar nongkrong selepas sekolah. Kami dekat karena dia adalah tandem di lapangan bola.


Jagong, ditemani kopi, sore itu, mengajarkan kepadaku bahwa ada banyak hal yg patut untuk disyukuri. Jagong kami mengingatkanku pada cerita kertas putih yang terkena noktah kecil. Aku terlalu fokus pada noktah, sementara dia melihat lebih banyak bagian yg putih bersih. 

Aku, belajar banyak darinya. Terima kasih kawan.