Friday, November 30, 2007

new cubicle story: moms & babies conversations

It’s hard to be twenty something dan Lajang! Bukan..bukan! Ini bukan masalah ditanyain,”Kapan Kawin?” ato ”Kapan Nyusul (kawin)?”. Dah ga mempan coy! Beda level dah ama yang ini: Moms & Babies Conversations (!).
Setidaknya ini yang saya rasain sejak nempatin cubicle baru. Bagaimana tidak? Di deretan baru ini saya duduk manis berjejer dengan ibu-ibu muda. Dan itu artinya: Tiada hari terlewatkan tanpa Moms & Babies Conversations (hiks..keluh!).

Dengarkan saja obrolan ini:
”Duh, anak gue kok pup-nya keras ya?”
”Itu sih kurang minum jeung’
”Apaan! Anak gue ngempengnya kuat kok. Guenya aja ampe capek meres”
Lalu belum selese dibahas tiba-tiba seorang ibu muda yang lain nyeletuk
”Eh, gue udah meres seharian, tapi tetep aja, susah banget”
”Coba minum daun katuk deh. Trus di massage: dari atas diurut-urut trus diteken dikit deh di bagian bawah” (ini sambil dengan tanpa sadar mendemonstrasikannya)
”Hihihi...ngapain didemoin? Ada Taqi tuh!”
”Duh, kebiasaan, jadi ga sadar, hahahaha..”
(tinggallah saya-nya yang jadi mesem-mesem sendiri karena mau ga mau pasir masuk ke otak dan menjadikannya sedikit ngeres. Hahahahaha...)
Dan dengan lancarnya obrolan tentang "meres-memeres" itu berlanjut lagi. Keberadaan saya benar-benar ”ga dianggep.”

Ato obrolan yang seperti ini:
Istirahat makan siang di hari Jumat adalah Jalan-Jalan Day buat para ibu-ibu ini. Jalan-jalan Day itu bahasa halus untuk Belanja Day. Artinya..... saya mesti menyiapkan kuping untuk mendengarkan dan menjawab hal-hal seperti ini:
”Taqi...gue beli baju ini nih. Keren kan? Gue beli sepasang. Satu untuk gue satu lagi..”
Di sini biar kelihatan antusias saya motong,” Laki Lu!”
”Yach Lu...Anak gue dong! Kagak liat ukurannya apa?” (dengan muka sedikit cemberut)
”Tapi ga papa. Keren kan? Keren kan? Eh...eh..Lu beli apaan jeung? (sambil berlalu begitu saja meninggalkan saya yang kadung membuka mulut mo menjawab pertanyaannya)
”Gue beli sendal. Untung banget gue. Biasanya yang kayak gini 400-an, ini lagi diskon, yach lumayan lah. Hihihi...”
Dan, kembali saya dicuekin dengan suksesnya....

Sekali, dua kali. Sehari, dua hari. Seminggu, dua minggu, semua conversations itu masih saya tolerir. Paling-paling kalo saya sudah pusing ngedengerinnya, saya pasang earphone, nyanyi kenceng-kenceng. Pokoknya, yang penting, ga denger ajah!

Tapi apa lacur, Tuhan Yang Maha Kuasa menganugerahkan kepada saya dua telinga yang sempurna –yang sangat saya syukuri(!). Dua telinga itu tetep saja tidak bisa menolak mendengarkan another Moms & Babies Conversations ketika salah seorang Ibu Muda datang dengan tergopoh-gopoh di saat istirahat siang menjelang,”Duh Jeung, Jij tahu ga. Gue pusing banget. Baby gue nangis mulu. Badannya panas gitu. Terpaksa deh, nungguin semaleman. Makanya gue telat. Sorry ya!!”
Dan tanpa dikomando, para ibu-ibu mengerubuti ibu muda tadi dan mulai meng-interview layaknya kuli tinta mengejar narasumbernya
”Duh, kenapa? Kasihan amat sih?”
”Udah dibawa ke dokter belum?”
”Sekarang baby lu ama siapa?”
”Ati-ati lhoh, ini kan musim sakit”
”Lu ngapain masuk Jeung. Udah pulang ajah”

Kalimat terakhir ini cukup sakti untuk kemudian dijawab dengan si Ibu Muda (yang anaknya sakit), ”Eh, gitu ya? Ya udah deh. Gue cabut dulu ya! Dagh...”
(Saya pun hanya bisa ber-tuing..tuing..tuing.. :D )

Poin Positif
Memasuki minggu ketiga, saya memilih berdamai dengan kondisi ini. Nimbrung, sok ngerti gitu dech. Kalo ga, ya.. jadi pendengar yang baik. Toh, setelah dipikir-pikir, banyak kok poin positifnya, seperti:
  1. Belajar menjadi Suami & Bapak yang ”Keren”. Just like kata salah seorang Ibu Muda, ”Qi..sekarang jamannya emansipasi. Lu mesti ngerti gimana-gimananya. Nah, enaknya, Lu ga perlu baca buku. Cukup dengerin kami aja, jadi jago deh. Sapa tau malah bisa ngajarin istri Lu. Keren kan?”
  2. Menambah daftar ”menu masakan”: menu ibu hamil, menyusui dan baby. Simple aja: LOVE & CARE....
  3. The most important one is: Menyadarkan pada saya bahwa Never..Never Hurt Your Momma!!! Kasih mereka tiada tara. Believe It!
    Seorang ibu muda ”curhat” bagaimana sakitnya netekin her baby yang mulai tumbuh gigi. Saat mendengar cerita itu memori saya langsung lari ke suatu siang, 21 tahun yang lalu. Siang itu, saya yang sudah TK, berumur 5 tahun, baru saja pulang dari bermain layang-layang. ”Mau mimik...!” teriak saya. Lalu, ibu pun dengan sabarnya membuatkan teh. Tapi, saya -yang sepertinya memang berbakat bandel- berteriak lebih kenceng lagi,”Emoh teh. Mimik susu Ibu!.” So you guys, kebayang dong bagaimana ”sakitnya” ibu saat itu? Tapi yang saya ingat sampai saat ini adalah Ibu tersenyum, kemudian netekin saya sambil mendendangkan shalawatan, sampai saya tertidur di pangkuannya. Hiks...Love U So Much Mom!
  4. Dan, the last one, sebuah bonus (!): dapat kursus massage –yes, that ”one” massage- gratis! Hahahahaha....Hush!! Hahahahaha...

tak bisa hilang....

Aku ingin berbisik lirih, ”Aku sayang kamu”
Tapi keberanianku menguap
Seperti embun tersinari mentari pagi

Ketika keberanian itu datang
Suaraku menghilang
Seperti debu tersapu bayu

Ketika keberanian itu datang
Kau membalikkan badan
Pergi, dan sepertinya, tidak untuk kembali

===
andaikan ku dapat,
mengungkapkan,
perasaan ku,
hingga membuat,
kau percaya
akan ku berikan,
seutuhnya,
rasa cinta ku

selamanya, selamanya (selamanya cinta, yana yulio)

==
I wish I can say it to you: ”Miss You So Much”

genit???

”Kamu Jawa?”
”Yes Mam”
”Hehehe..mata genitmu bukan mata cowok jawa”
”Genit?????”
”Hahaha...ga sadar?”
”Maksudnya genit yang kayak Om-om, gitu?”
”Nope”
”Trus?”
Tidak menjawab, yang muncul hanya sebuah message pendek: Genit = suatu tindakan yang menggoda

Gara-gara itu, hingga saat ini, jika di toilet, saya terkadang suka iseng ngedip-ngedipin mata di depan cermin, sambil berkata dalam hati, ”Genit? Apanya coba????”

Wednesday, November 7, 2007

sigh...

Sore tadi, teman yang jauh di mata, mengirimkan ’pesan cinta’. Katanya, ”Kok blogmu sepi. Kekurangan bahan untuk kontemplasi ya?”

Untuk sesaat, saya tersentak. Entah dia sengaja atau tidak, tapi teman tadi telah mengembalikan ”kesadaran” saya. Pekerjaan membuat semuanya nampak hiruk pikuk, sehingga ”hal-hal kecil” seperti bercengkerama di sela makan siang dengan teman sekantor, ber-say ”Hello” dengan tetangga, bertanya kabar pada beberapa teman lama, sampai (seperti yang dikatakan teman tadi) menulis (di blog), yang sebenarnya menjadi ”penyeimbang” hidup mulai terlupakan.

Ingin sekali menyalahkan waktu. Tapi, tentu saja itu sangat konyol! Tuhan sudah mencukupkan rezeki makhluk-nya dengan waktu 24 jam sehari.

Ah, teman saya tadi benar adanya.
Seribu satu hela telah terbuang sia-sia..