Thursday, April 24, 2008

Ikan Asin Sambal Hijau

“Bawang putih, garam, cabe rawit ijo dan ikan asin. Gampang to?”
Itu kalimat Mamah ketika kutemani membuat menu makan di siang yang terik: Ikan Asin Sambel Hijau. Itu menu, dikombinasikan dengan Nasi Hangat dan segelas Jus Jambu-Jeruk, hasilnya = Mak Nyus….

kata pengantar

**kemaren, Yunce, teman kuliah saya, mengirim sebuah pesan melalui email. Pesannya singkat, "Tolong bikin kata pengantar", tapi efeknya tidak singkat. Saya, jujur saja, tidak enak hati. Maklumlah, saya punya "sedikit masalah" dengan someone dari masa lalu, yang kemudian memaksa saya keluar dari milis kuliah. Saya ndak mau, kalo keberadaan saya -meskipun hanya lewat kata pengantar- membuat proses buklet menjadi kacau balau plus menjadikan Hp saya penuh dengan sms-sms "kotor" dari si jali-jali itu. Tapi, setelah konsultasi dengan Atdee, teman saya, saya memutuskan menerima permintaan Yunce. Kata saya ke Yunce, "Jangankan diedit, didrop juga OK." Meskipun, sangat mungkin Yunce mengartikannya secara harfiah, yaitu meng-edit kata/kalimat, namun sejatinya, maksud saya jelas, "Kalo memang keberadaan Kata Pengantar dari saya membuat "gatel" si jali-jali, maka drop saja!" Capek ngurusinnya...**

====

Orang Jawa bilang, saya sedang ketiban sampur (terkena masalah besar, red). Lha iya, bagaimana tidak. Tanpa ba bi bu, Yuniar a.k.a Yunce dengan “lembutnya” meminta saya menulis kata pengantar. Reaksi pertama, tentu saja, kelit sana sini. Reaksi selanjutnya, ngeles kiri kanan. Namun apa daya, pesona Yunce emang tiada duanya. Reject Mode pun akhirnya menjadi tidak berfungsi lagi. Dan, jadilah!

Ketika mulai menulis, masalah pertama menghadang: otak saya mampet, jari-jari jadi terasa kaku. Blank! “Mau nulis apa?”
Saudara sebangsa dan setanah air, bohong besar kalo saya bilang, “Saya tidak nervous,” ketika diminta menulis disini. Namun, dengan bondho nekat, akhirnya jari saya pun berhasil bergerak merangkai kata demi kata. Terlebih di telinga ini terngiang kalimat pamungkas Yunce “Ayolah Pak, makilin Komting!”

(Masalah) Selesai? Belum. Karena masalah berikutnya telah menanti: Ngomongin Plano 99, itu lumayan panjang –kalo tidak mau dikatakan tidak akan pernah bisa selesai. Ibarat Film, ada banyak versinya: ada Theatre Version, DVD Version, Uncut Version, sampai versi bajakan pun ada –meskipun dua versi yang disebut terakhir tadi hanya beredar di kalangan terbatas Plano 99, hehehe.

“Duh, apalagi ya?”.... Aih, sudahlah, sudah cukup basa-basinya. Biarkan saya memberikan kata pengantar yang selayaknya kata pengantar.

Buklet. Hmmm, saya, sebenarnya, hampir tidak yakin kalo “proyek besar” ini akan kelar. Maklumlah, meskipun sudah didengungkan dan di-approve oleh Angkatan 99 sejak awal 2000-an, akan tetapi proses yang berlarut-larut membuat optimisme saya menciut. Terlebih jika mendengar “keluh-kesah” dari pihak-pihak yang mbaurekso buklet, terutama: Atdee, Yunce, Indra, Fajar, Sigit, dll. Hanya saja, Tuhan Memang Maha Baik, dan memberi kemurahan dan kesabaran lebih pada orang-orang ini. Meski “berkeluh kesah”, tapi mereka tidak berhenti, terus bergerak dan berteriak: lewat milis, email, sms, dan telpon. Hingga akhirnya, terbitlah buklet yang Anda baca, sekarang ini.

Saya, terakhir membaca dan melihat bentuk buklet –yang belum diedit, masih dalam bentuk file- di Komputer Atdee, akhir 2007, ketika menyambanginya di Tegal. Waktu itu, saya bilang, “Keren!” Sekarang, hingga saya menulis ini, saya belum membaca dan melihat versi cetaknya. Tapi saya percaya, haqqul yaqien, kalo versi cetaknya pun tak akan kalah keren. Bahkan, jika dicetak dalam format hitam putih pun, saya yakin tidak akan menghilangkan kekerenannya.

Membaca buklet ini, (seolah) membawa kaki saya kembali pada lorong-lorong kelas perkuliahan, tempat saya mengasah otak. Membawa tawa berderai saya pada kejadian-kejadian aneh bin ajaib –terutama- di Ospek dan Studio. Menebarkan senyum, karena teringat kembali bagaimana merajut hati dengan seseorang. Bersemburat merah, malu, karena dosen tercinta. Bahkan, bukan itu saja, ketika sampai pada halaman studio, saya dengan tidak sadar menutup hidung, karena aroma wangi tidak mandi Anak-anak 99 seperti tercium kembali....

“Kok, sepertinya indah semua?” Weits...nanti dulu, Anda salah kalo mengira buklet ini hanya “bercerita” yang indah-indah saja. Entah di halaman berapa, pada peristiwa apa, atau pada sesosok teman yang mana, akan ada sedikit momen dimana Anda merasa sesak napas: haru! Atau bahkan karena kejengkelan yang tak terlampiaskan.

Ya, begitulah. Story telling. Itulah “kerennya” buklet ini. Bukan pada bentuk dan tampilan luarnya, tapi pada isinya. Membaca setiap katanya, melihat setiap gambarnya, hingga membalik setiap halamannya, buat saya, adalah sebuah enjoyable adventure. Saya seperti tersedot dalam ruang waktu, rehat sebentar dari aktivitas kekinian, dan kembali ke “indahnya” dunia perkuliahan.

“Ah, berlebihan sekali!” Kalo Anda berpikir seperti itu, maka saya anjurkan, “Di sela sore yang cerah, ambillah teh, bawa ke teras rumah Anda, kemudian bacalah buklet ini bersama orang terdekat Anda, dan biarkanlah magis buklet ini bekerja!”

Muhammad Taqiyyuddin (L2D 099 439)
yang butuh 6 tahun untuk dapat title alumnus

PS: Bingung, sejak kapan jadi Komting???

Monday, April 14, 2008

terperangkap sunyi

Pukul 12 malam. Di perempatan Trakindo, lampu merah menghentikan laju motorku. Kutarik ke dalam jaketku, berharap kehangatan lebih. Kuedarkan pandangan sesaat. Sepi. Di sampingku hanya ada satu motor: seorang bapak dan anaknya yang masih kecil, di bawah dekapan sang ibu yang membonceng di belakang.

Anak itu lucu sekali, matanya berbinar. Senyumnya terus terkembang, meski dinginnya angin tak berhenti menggigit malam. (Senyum) itu membawa mataku menengok ke dalam hati. Kulihat diriku yang terasing di sudut kediaman, yang kuciptakan sendiri.

Lama, waktu seperti berhenti. Berputar kembali seiring terdengarnya tawa dari bibir si anak kecil, ketika tangan sang ayah menyentuh pinggangya. Aku tersenyum ke arahnya. Berharap sedikit mendapatkan kehangatan (dari mata indahnya). Tapi aku salah. Mata itu tiba-tiba menjadi dingin, dan (seakan) menghujamiku, “Berapa lama kau akan menghukum dirimu (seperti ini)?”

Kupalingkan mata dari matanya, kuringkukkan kembali dalam kediaman..dingin...yang kuciptakan sendiri.

Thursday, April 10, 2008

luluh (by samsons)

saat terindah saat bersamamu
begitu lelapnya aku pun terbuai
sebenarnya aku tlah berharap
ku kan memiliki dirimu selamanya

segenap hatiku luluh lantak
mengiringi dukaku yang kehilangan dirimu
sungguh ku tak mampu
tuk meredam kepedihan hatiku
untuk merelakan kepergianmu

ingin kuyakini cinta ta kan berakhir
namun takdir menuliskan kita harus berakhir

segenap hatiku luluh lantak
mengiringi dukaku yang kehilangan dirimu
sungguh ku tak mampu tuk meredam kepedihan hatiku
untuk merelakan kepergianmu

ohh…ohh…
ku tak sanggup merelakanmu..
ohh…ohh…ohh..
segenap hatiku luluh lantak
mengiringi dukaku yang kehilangan dirimu
sungguh ku tak mampu
tuk meredam kepedihan hatiku
untuk merelakan kepergianmu