Tuesday, March 24, 2009

senyum matahari

Aku masih terpukau dengan senyumnya. Senyum Matahari. Senyum dari hati, mata dan bibirnya. Kini, senyum itu menghilang, untuk sebuah alasan yang aku sendiri tak berani mencari jawabnya..

Friday, March 20, 2009

seperti bintang -yovie & nuno

andai saja engkau tahu
resahku karenamu
andai aku dibenakmu
alangkah indah dunia

bila ada satu nama kurindu
slalu sebutkan dirimu

reff:
seperti bintang indah matamu
andaikan sinarnya untuk aku
seperti ombak debar jantungku
menanti jawabanmu

pernah aku dengar darimu
engkau kini sendiri
namun adakah kau dengarkan aku
yang benar inginkan kamu

Back to reff:

mungkin aku terlalu
berharap dan tak tentu
akankah ada
di hatimu

lagunya, keren banget.. membuatku merindukanmu...

si kacau dan bodoh

(Kalo ada tulisan yang saya menulisnya dengan perasaan sedih, sekaligus malu hati, maka inilah salah satunya)

Seorang teman bercerita di blog-nya tentang uban. Itu mengingatkan pada sebuah cita-cita ’kacau’ saya ketika masih bocah: ”Pengen Ubanan.” Alasannya sederhana, saya melihat guru-guru mengaji saya, yang kebanyakan beruban, adalah sosok yang ”wise”. Jadi, buat saya, ubanan itu keren. Uban itulah yang membuat guru-guru mengaji saya menjadi ”wise” :D

Saya menyadari, kalo ”ubanan’ itu bukan penyebab mereka ”wise.” Bukan dari ilmu alam yang saya pelajari, tapi dari pengalaman pribadi. Sudah sejak 4 tahun yang silam saya beruban. Tapi, nyatanya? boro-boro jadi "wise". Mendekati pun, tidak!

Saya mencoba menengok kembali sosok guru-guru mengaji saya. Mereka cenderung pendiam. Bicara seperlunya dan pada waktunya. Saya sempat berpikir bahwa mereka itu sebenarnya ”tidak tahu,” cuman ”menang keren” karena ada predikat ”Guru.” Saya bahkan pernah dengan sombongnya, nge-tes. Bertanya sesuatu yang sebenarnya sudah tahu jawabannya –saya bener-bener malu hati ketika mengingat ini.

Ternyata, mereka bukan tidak tahu. Pengetahuan mereka bahkan jauh melampaui dari yang pernah saya bayangkan sebelumnya. Mereka –hanya!- tidak suka pamer (ilmu). Mereka diam dalam kedalaman ilmunya. Mereka lebih memilih mendengarkan daripada berbicara. Mereka, MENGAGUMKAN! : ”Semakin mengetahui, semakin sadar bahwa ada banyak hal yang belum diketahui...”

Dan saya pun kemudian mendapati bahwa bukan (hanya) cita-cita saya yang "kacau", tapi saya-nya sendiri (yang) kacau dan bodoh!

Alhamdulillah...

”Bagaimana Qi? Mau tidak? Aku tidak bisa sendirian. Aku udah sampein, kalo aku maunya kamu.
”Kenapa saya Mas?”

(Dialog pun terus berlanjut......)

Alhamdulillah. Ketika saya sudah sampai pada satu titik ”keputus-asaan” ALLAH menunjukkan bahwa Dia Maha Adil. Dua instansi menyampaikan ketertarikan diri. Insya Allah, satu sudah di tangan, satu lagi, tinggal menunggu kesediaan saya bergabung.
Alhamdulillah...

kenapa takut?

Tidak habis pikir. Kenapa ada seseorang yang begitu takut untuk berbagi ilmu. Meng-keep semua keilmuannya hanya untuk dirinya sendiri. Takut orang lain menjadi lebih pintar?. Takut jika orang lain yang kemudian menjadi pinter karena telah dibagi ilmu olehnya itu kemudian mengalahkannya?. Membuatnya menjadi tidak lagi menjadi sosok penting, karena bukan lagi ”the only one who knows”?

Kenapa???

Ada yang mau membantu saya memberikan jawabannya?

Wednesday, March 4, 2009

egoistis antara benci dan cinta

kata kamu, ”Ada jarak yang tipis di antara keduanya”. Btw, aku:
  • tidak mau membencimu, mau dibenci olehmu
  • cinta... wah, aku belum paham makna kata ini

aku juga mau:
aku (di)SAYANG kamu... (tapi kamu boleh tidak [sayang] kok..)

Jadi, kamu: SEMANGAT ya!
:D