Thursday, March 29, 2012

(yang) masih mengagumimu

”Hai”. Sebisa mungkin aku (terlihat) tenang. Sia-sia. Suaraku tidak bisa berbohong.

”Apa kabar?”jawabnya ringan, sambil menjabat erat tanganku-yang aku yakin lebih dingin dari biasanya.

Selain beberapa uban yang nampak menghiasi. Tidak ada yang berubah-darinya. Masih sama. Senyumnya masih sama. Senyum yang bertahun-tahun lamanya membuatku kesulitan untuk tidak selalu mengingatnya. Sorot matanya. Masih selembut yang dulu.

Dia masih seperti yang dulu. (dan) Aku masih mengaguminya-sampai sekarang.

Monday, March 19, 2012

Peti Kita

Kebijakan mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bisa diraih ketika kita bisa berdamai dengan diri kita sendiri. Menerimanya dengan ikhlas.

Ibarat kamar, maka Blog ini sudah menjadi kamar yang tertutup sekian lama. Debu sudah menebal dan "kotoran" berserakan dimana-mana. Pembelaan diri selalu ada. Namun tetap saja, pembelaan itu tak lebih dari sebuah alasan.

Hufh. Di sudut kamar ini aku menemukan sebuah memori yang tak hendak kubuka.

Aku "melanggar" janji "kita." Aku membukanya: Peti Kita. Maafkan aku.

===

Jakarta, 8 Oktober 2006

Kita tadinya sore ini janjian ketemu di sebuah tempat.

Tapi…

Diri ini lelah, setelah berhari-hari kuras-kurasan.

Butuh rehat sejenak…

Sorry, nih.

Kalau boleh milih mana yang boleh dan tidak boleh.

Enaknya, yang tidak boleh.

Tapi, sayangku. Mau sampai kapan.

Sudah kutentukan mana yang terbaik untuk kita berdua.

Oh yah, kebetulan ini aku yang menentukan.

Kalau kamu mau menentukan yang lain, sok silahkan.

Nggak jelas nih mau nulis apa…

But I have to write…

And, still….

You are my greatest inspiration.

One day in the near future…

I will be standing on a big podium, to receive a nobel of writer, then I would say….

You are one of my greatest influence for all my writing journey.

Bagaimana kalau kita merajut kisah di sebuah perjalanan sajak dan tulisan?

Aku dan kamu…

Seperti Kahlil Gibran yang terus menulis untuk seseorang yang disayanginya?

Gimana? What do you think?

Hmm….Tadinya kalau kami jadi ketemu.

Ada hal yang ingin kusampaikan.

Tolong jaga “Kita” baik-baik.

Di luar sana kabar burung mulai beterbangan…

Tulisan-tulisanmu telah sampai di tangan orang-orang yang telah menebak siapa “Kita

Kita” yang sering kamu ceritakan dan kamu bagi ke orang-orang itu.

Tidak apakah jika mereka tahu siapa itu “Kita”?

Come On, why don`t we keep it just for the two of us?

Aku ndak sungkan. Tapi aku ndak rela jika “Kita” menjadi konsumsi mereka yang tidak pernah mengerti apa makna “Kita”. Aku ndak berharap mereka nantinya menggunjingkan “Kita”.

Aku butuh ketenangan untuk menyayangi “Kita

Aku ingin “Kita” ada terus walaupun hanya di rangkaian balur kata dan sajak.

Sajak hidup dan cinta “Kita” yang tidak pernah berhenti bergulir di semesta.

Kalau kamu?

Apa yang sedang kamu pikirkan? Ayolah, bilang dong.

Diam lagi, lagi-lagi, lagi-lagi. Kamu mau bilang, “Maaf yah, I`m not in the mood!” ?

Mau sampai kapan? Sampai ribuan tahun nanti?

Selalu ada kerinduan dari kisah-kisah lama, dan penantian akan kisah-kisah baru.

Entah kapan akan berlanjut. Akan ada hari ketika kamu atau aku, salah satu diantara kita, yang lelah dan tidak lagi berpacu seperti saat ini.

Kita” pun terkunci rapat-rapat di sebuah peti karatan kuno.

Ribuan tahun nanti, akan terkuak tak disengaja.

“..peti apa ini...”, seorang anak kecil lanjutan dari ribuan generasi setelah “Kita” berteriak kesenangan sambil membukapeti karatan kuno yang sudah berabu itu.

Di saat peti itu telah ditemukan, bisa jadi aku dan kamu sedang berdiri di atas angkasa bumi.

Tersenyum puas dan bahagia. “Kita” ternyata terus ada dan menjadi legenda segala abad dan masa.

Kita” berjalan bersama bergenggaman erat, tidak ingin saling melepaskan dengan iringan melodi cinta yang bersenandung di dalam hati dan menari-nari dengan bangga.

Bangga, karena “Kita” akhirnya bisa membuka jeruji nasib yang sempat terkunci itu.