Menjadi biker
–khususnya di Ibukota- itu butuh hati dan kepala yang adem. Kalo tidak, alamat
cepet stress. Para pembaca yang budiman: Inilah Ending dari Trilogi Biker
Beginner.... hihihi, baru sadar, kalo jilid
3-nya belum kelar, sementara stok tulisan terbatas, jadilah ;)
==
”Hari genee,
oper gigi. Capek deh!”
Pernah baca
tulisan ini? Saya pernah dan sering. Ini biasanya nempel di spekbor belakang motor matic. Kesan
pertama sih, senyum kecil. Namun, akhirnya bikin senewen juga. Maklumlah
tulisan itu ”show off’ di depan idung, ketika macet membuat motor tidak bisa
bergerak dengan leluasa.
Maunya sih
marah. Apalagi, setelah kelar lampu merah, doi dengan dengan sengaja motong jalur tanpa kasih kode. Tapi ya, apa mau
dikata, biker matic itu adalah si Mbak pemilik stiker ”Buah nangka kulitnya
berduri. Siapa sangka hati telah tercuri”
==
Selain suka
memperhatikan plat nomer –sebagaimana telah saya tuliskan dalam jilid 2 -
kebiasaan lain yang seringkali saya lakukan pada saat traveling (terutama
dengan bersepeda) adalah memperhatikan tulisan pada bagian belakang Bis atau
Truk. Maklumlah, kalo di Pantura, naik motor itu seringnya –dan kepaksanya- mepet-mepet
”pantat” truk & bis, meskipun mereka semua biasanya udah pada wanti-wanti
agar jaga jarak ;)
Saya merasa
bahwa para pemilik/sopir truk (khususnya) di Pantura Jawa adalah
seniman-seniman yang andal dalam hal membuat ”ukoro” -maaf, karena pengetahuan bahasa
yang terbatas, membuat saya belum menemukan padanan yang pas dalam bahasa
Indonesia.
Entah sadar atau
tidak, dalam rasa saya, mereka mampu merefleksikan kehidupan jalanan yang keras
dengan sebuah ”ukoro” yang ”mengena”. Terkadang ”saru” dan ”agitatif”, namun
tidak sedikit yang jenaka.
Inilah beberapa ”ukoro”
yang saya ingat:
”Gedhe Duwekku”
”Rewel Pegat”
”Pecas Ndahe”
”Tak Mau Dimadu”
”Terkiwir-kiwir”..(dengan
latar belakang gambar cewek berpose ”asoy”)
”Pulang Malu,
Nggak Pulang Rindu”
”Pulang Tobat,
Pergi Kumat”
”Nggak Pulang
Dinanti, Pulang Dimaki”
”Beban Mental:
Kerjo Ngelu, Ra Kerjo Ngelu, Tinggal Turu Bojo Nesu”
”Penak Jamane Si
Mbah...(dengan latar belakang Gambar Uang 50.000)”
Tanpa tendensi
negatif, saya menikmati setiap ”ukoro” ini. Hidup itu keras karena: ”Darah Itu
Merah, Jenderal!”
:D