Sunday, June 8, 2014

Perpisahan yang Indah


Tak harus dengan air mata. Kalaupun (mesti) ada, tak harus berkepanjangan. Perpisahan yang indah. Itu pesannya..
---
Flock of birds
Hovering above
Just a flock of birds
That's how you think of love

And I always look up to the sky
Pray before the dawn
Cause they fly always
Sometimes they arrive
Sometimes they are gone
Fly on

Flock of birds
Hovering above
Into smoke I'm turned and rise, following them up
Still I always look up to the sky
Pray before the dawn
Cause they fly away
One minute they arrive
Next you know they're gone
Fly on

Fly on, ride through
Maybe one day I'll fly next to you
Fly on, ride through
Maybe one day I can fly with you
Fly on


(O by Coldplay, Ghost Stories)

ps: 
A: lagunya Coldplay banget. Aku prefer "Fix You"
B: hahaha. Fix You tuh yang Coldplay banget. Ini ada album terbaru Coldplay. Setelah Chris-Gwyn Pisah
A: Oh, ok.

KULIAH (lagi), Chapter 4: 1st Semester



(lanjutan chapter 1, 2 dan 3)

Selasa, 22 Oktober 2013. Semester 1 dimulai. The real game is begin. Mulai hari ini, setiap mata kuliah harus didalami dengan serius. Nda bisa lagi leyeh-leyeh ala matrikulasi. Maklumlah, mulai semester ini, nilai mata kuliah akan masuk ke transkrip nilai. Secara, jika ALLAH Ta’ala mengijinkan, saya berniat untuk melanjutkan ke jenjang S3, maka mendapat nilai yang sangat-sangat memuaskan is a must.

Saudara, sidang pembaca yang terhormat, inilah kwartet cinta yang harus saya kuasai di semester I: ekonomika mikro II, ekonomika makro II, ekonomika pembangunan, dan ekonometrika. Karena makro ama mikro uda pernah kenalan, maka sekarang, saya cukup ngenalin ekonomika pembangunan dan ekonometrika.

First, Economic Development. Kalo kata Pak Todaro, ini adalah study of how economies are transformed from stagnation to growth and from low income to high income status, and overcome problems of absolute poverty (Todaro and Smith, 2012:8). Development Economics has an event greater scope. Saking greater-nya saya ngerasa kalo ini ilmu adalah ilmu campur-campur. Meski demikian, tidak bisa dipungkiri inilah ”si Jali-Jali” karena Ekonomika Pembangunan adalah basis ilmu untuk konsentrasi Perencanaan Pembangunan Daerah –konsentrasi yang saya ambil- di MEP UGM. Jadi, kudu bisa!

Second, Econometrics. Literally it means economic measurements. Ada seni dan (pastinya) analisis yang dicakup oleh econometrics. Ketika Prof Tri Widodo memperlihatkan buku pegangannya, saya baru ngeh kalo di semester 1, saya baru dapat basic econometrics. Batin saya, ”Ya ALLAH, basic-nya aja begini apalagi advance-nya ya?.” Smangkaa..d!

==
Episode Mid Exam
Praktis, di luar econometrics, mid exam adalah episode dimana saya dituntut untuk ”mengarang indah”. Fyuh, benar-benar i’m not sure about the result. Bismillah..

==
Episode Final Exam
Di Final Exam, saya ketemu dengan yang namanya take home exam. Saudara sebangsa setanah air, ini adalah ”jebakan betmen.” Terlihat mudah, tapi justru yang paling susah. Tidak hanya materinya, namun juga waktunya yang mepet, membuat take home exam menyedot konsentrasi lebih, padahal masih ada 3 mata kuliah lain –yang tidak kalah penting. Lessons learned-nya, take home exam OK, jika memang materinya sudah jelas dari awal perkuliahan. Jika sudah tinggal seminggu dari hari H ujian, mendingan di-nego: ganti dengan ujian tertulis di kelas aja.

Tuesday, April 15, 2014

Jakal the Jagal?



Wuih, waktu memang berkelebat dengan cepat dan Maret adalah bulan yang sibuk. Sempurna sebagai sebuah alasan untuk tidak menulis ;)

Enough. Time to write again. Ini pun nyolong-nyolong. Semester 3 ini, bener-bener deh! Tanpa basa basi, semua dosen dengan senyum tersungging mengirim badai tugas. Satu quote yang saya ”demen banget” dengernya, ”Liburan, mudik? Kuno!” dilanjutkan dengan ”Udah pesen tiket? Batalin!”  Maka, saya –dan teman sekelas- pun liburan semester 2 dengan membawa tugas. Keadaan kahar memaksa ada satu mata kuliah yang dilanjutin ke semester 3, meskipun semester 2 sudah selesai. Fyuh..!

Eh, ngemeng-ngemeng, saya masih belum upload yang cerita semester 1 ya? Sabar ya. Udah ready kok tinggal nunggu release-nya aja. Ini saya mau nulis satu hal menarik dan rada serius. Jarang-jarang kan saya nulis serius :D
--

Gersang dan mematikan. Itulah gambaran yang saya dapatkan pada ruas jalan ini. Siang hari, gelombang motor dan mobil berebut tempat. Kala malam mulai sedikit larut, deru kuda-kuda besi yang melewatinya, mengingatkan saya pada sebuah sirkuit. Raungan sirine ambulance yang rutin wira-wiri (ke dan dari RSUP Sardjito) menguatkan aura mematikan jalur ini.

JAKAL. Itu nama ruas jalan ini. Akronim keren dari Jalan Kaliurang. Terbentang sepanjang ±30 km, JAKAL adalah salah satu ruas jalan vital di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Sayangnya, JAKAL tidak sekeren namanya. Setidaknya ada dua sisi gelap darinya, terutama pada penggal KM. 4,5 (perempatan Magister Manajemen UGM) sampai dengan Km 6 (Ring Road Utara).

Sisi gelap pertama: gersang. Nyaris tak ada pohon di sepanjang jalan ini. Palem-palem dalam pot semen ukuran ±50 cm, dibiarkan layu. Mati. Kala siang sedang terik, ruas jalan ini laksana Jalur Gaza: panas dan kering.

Sisi gelap kedua: mematikan. Tak sekali saya melihat kecelakaan di ruas jalan ini. Dalam 3 hari ini saja, tepat di depan mata, saya melihat dua kali sepeda motor ndlosor. Sekali, di malam hari di dekat Bank Bukopin, ketika sebuah mobil dengan suksesnya memaksa seorang bapak tua pesepeda motor mencium aspal jalanan. Lainnya, ketika seorang ibu –yang sedang membonceng anak balitanya- ditabrak pesepeda motor di depan Toko Cahaya, sekira 50 m dari lampu merah MM UGM.

Sisi mematikan lainnya adalah ketiadaan tempat penyeberangan. Tidak usah bicara tentang jembatan penyeberangan, zebra corss-pun nyaris tidak ada. Para pejalan kaki dipaksa bertaruh nyawa setiap kali hendak menyeberang. Hih...!

Selesai menulis paragraf diatas, somehow, saya tiba-tiba teringat pada Film Jagal: The Act of Killing. Jakal the Jagal? Semoga tidak!

Monday, April 7, 2014

Jokowi for President?




Jokowi telah menjadi sebuah fenomena. Masyarakat mengelu-elukannya. Media? Tak usah ditanya lagi. Setiap gerak langkahnya adalah berita. Dia: media darling.

Ketika menulis ini saya iseng mengetikkan Jokowi di search engine Google. Hasilnya: 17 jutaan berita dalam 0.25 detik. Jauh melewati Megawati yang ”hanya” 4.21 jutan dan Prabowo Subianto yang mencapai 1.888 jutaan. Angka ini hanya kalah oleh SBY yang mencapai 19.4 juta-an. Namun yang menarik, ketika ditulis Joko Widodo, angkanya tetap tinggi, mencapai 11.8 jutaan, mengalahkan Susilo Bambang Yudhoyono (2.96 jutaan). Angka-angka ini –meskipun masih sangat basic- menjadi pembenar bahwa dalam kancah perpolitikan nasional, Jokowi is Indonesia’s Rising Star.

Saya pribadi melihat Jokowi sebagai sosok yang biasa-biasa saja. Tidak ada yang istimewa darinya. Bahkan sempat, pada satu titik saya merasa bahwa media terlalu lebay memberitakannya. Menurut saya, Jokowi hanya melakukan tugasnya. Dia melakukan apa yang memang seharusnya seorang pemimpin lakukan. Tidak lebih dan tidak kurang.

Ya, dalam perspektif pribadi saya, Jokowi hanya melakukan simple thing : mengambil keputusan. Meski demikian, tidak bisa dielakkan bahwa simple thing itu tidak lagi sesuatu yang simple, namun telah menjadi big thing. Thus, bagi orang-orang yang ”sadar”, keberadaan Jokowi menjadi sebuah symptom: kerinduan masyarakat akan pemimpin yang mau melakukan pekerjaan apa yang seharusnya seorang pemimpin lakukan.

Pada titik ini, saya kemudian berbalik arah, menjadi seseorang yang meyakini bahwa Indonesia memerlukan pemimpin daerah dengan spirit Jokowi –dengan asumsi bahwa Jokowi yang ada di layar kaca bukanlah aktor yang sedang berakting dengan apik dalam sebuah opera sabun berjudul blusukan. Pada titik ini pula saya termasuk orang memutuskan untuk tidak memilih Jokowi sebagai Presiden –jika memang kemudian dia benar-benar masuk dalam Capres pada Pilpres 2014 nanti.

Menurut saya, jika model desentralisasi saat ini tidak berubah, dimana kewenangan banyak yang berpindah ke Bupati/Walikota, sementara peran Gubernur –kecuali Gubernur DKI, yang diberi kewenangan memilih dan mengangkat Walikotanya- ”tak lebih dari sekedar koordinator,” maka pemimpin dengan gaya blusukan dan langsung mengambil di lapangan, jauh lebih diperlukan pada tingkat kabupaten/kota. Masyarakat di tingkat kabupaten/kota lebih membutuhkan model pemimpin ini. Ada jarak yang terlalu jauh antara (keputusan) Presiden dengan masyarakat di level desa.

Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa Jokowi perlu menjadi Presiden agar bisa menjadi role model bagi pemimpin daerah lainnya. Menurut saya, itu tidak perlu. Jika memang perlu role model, tinggal tengok TV atau berita saja. Kurang apa coba media memberitakannya?
Dalam kondisi transisi menuju pemerintahan yang melayani, masyarakat di level bawah (kabupaten/kota) perlu pemimpin yang bisa hand in hand, setiap saat hadir di tengah-tengah mereka. Dan itu ada di level Bupati/Walikota, bukan Presiden.

Alasan lainnya adalah biarlah Jokowi (dan Ahok) berkonsentrasi menata Jakarta. Menyelesaikan masa baktinya. Jika ada yang mengatakan bahwa Jokowi akan kehilangan momentum, maka itu ada benarnya. Politik memang seringkali ditentukan oleh suatu momentum. Namun, saya meyakini bahwa seperti halnya kesempatan, momentum bukanlah sesuatu yang hanya datang sekali dan harus ditunggu hadirya. Momentum bisa diciptakan dan akan menghampiri orang yang bersungguh-sungguh berusaha. Dan itu juga berlaku untuk Jokowi. Dengan performance yang baik dan konsisten (dalam menata Jakarta), melihat foto Jokowi terpasang di tiap-tiap dinding kelas dan kantor hanyalah masalah waktu saja.
--

Sunday, March 2, 2014

Di Sudut Rumah Sakit..




Mendampingimu dan berada di sisimu adalah sebuah kebanggaan dan kebahagiaan yang tidak akan kutukar dengan apapun yang ada di dunia ini. Maka, jika engkau berjerawat, gendut dan menua, ada satu hal yang tak perlu kau risaukan: hadirku di sisimu.

Hei...ada sebuah pesan indah. Seorang teman mengirimnya, tentang mensyukuri apa yang kita punya.

Bangunlah. Aku, mencintaimu. Sepenuh hati..

Monday, February 24, 2014

Hello Stranger..



A: Bro, curhat..!
B: Ok.. Lu mau gaya apa? Yang kayak di gereja, psikiater ato cuhat ABG?
A: Serius nih bro!
B: Ok..ok..! Serius amir!
A: Ah, ga jadi lah!
B: Yee..! Gitu aja pundung, kayak cewek aja lu! Sok atuh..!
A: Kok gue masih kepikiran dia ya?
B: Haiyah! Ogah gue. Lu kapan move on-nya sih?
A: Udah deh. Lu diem aja. Dengerin aja. Ga usah komen. Bawel lu, kayak nenek-nenek! Hahaha..
B: Eh, nenek gue uda mati, bego! Mana ada ada orang mati bawel. Dodol Lu! Hahaha...
A: Jadi, ni jadi ga curhatnya?
B: Yee..ya monggo situ. Kalo lanjut, hayuk atuh! Gue diem deh
A: blalala...blalala...
(15 menit non stop)
A: Hoi...! Kok diem sih?!
B: Pegimane sih. Kan tadi, gue disuruh diem. Toh Lu maunya kan cuman didengerin doang kan?
A: Eh, iya ya...mangap bro! Hihihi...
B: Gimane? Udah legaan belon?
A: Alhamdulillah bro..!
B: Sip, jangan lupa, abis ini cuci tangan pake sabun. Hehehe..
A: Hahaha....emang Lu kate abis pup. Btw, many thanks ya!
B: Siap Ndan! Btw, Lu kapan maen Jogja?
A: Kapan-kapan lah..Gue udah diincer ama HRD nih. Kebanyakan cabut cuti. hahahaha
B: Ok. Sheeepp. I tunggu U punya kabar baik.
**
Hitungan purnama telah berlalu. Jika rasa itu hanya sementara, mengapa dia bertahan selama itu?