Wednesday, December 31, 2008

ganti seragam


akhirnya, tiba saat aku (kembali) berganti seragam. tapi entah kenapa aku merasa kegembiraanku tidak penuh, tapi seperti kata sahabatku,"Life Is About Choice." aku hanya berharap, jikalaupun jalan yang kupilih ini adalah sesat, maka biarkanlah aku tersesat di jalan yang benar.
amien...

Tuesday, December 30, 2008

tentang tanya yang tak harus dijawab


Seseorang yang saya kenal dan mengenal saya, rajin berkirim sms. Bertanya ini dan itu. Saya sebisanya akan menjawab. Hingga datang sms-nya yang ini:

”Who Am I To You? Sahabat, evil, bla...bla..” Seterusnya tidak saya baca. Males!

Rasanya susah sekali, buat saya, untuk tidak mengaitkan ini dengan galau hati yang sedang dialaminya. Ceritanya begini. Seseorang yang saya kenal dan mengenal saya ini sedang dirundung masalah. Ada ”kekisruhan” di lingkungan sekitarnya yang membuat dia terkena getah dan terseret, ikut terkena stempel ”musuh bersama.” Sms-nya kali ini terdengar seperti orang yang berada di tempat yang terang tapi kosong. Dia seperti sedang berusaha memetakan: siapa kawan, siapa lawan.

”Who Am I to you?”. ”Hey, Loe melek ga sih!” teriak saya dalam hati. Marah! ”Setan apa yang membuatmu menuliskan pertanyaan sebodoh itu!”

Sejak awal posisi saya jelas. Saya tidak dalam posisi kawan ataupun lawan. Posisi saya adalah sebisa mungkin melihat semuanya dalam kejernihan hati. Kenapa harus ada ”Kawan dan lawan?”

Buat saya, ada jenis pertanyaan yang tidak harus dijawab. Bisa karena retoris hingga karena memang tidak tahu jawabannya, dan ”Who Am I to you?” adalah salah satunya.

Tadi pagi saya membuka Inbox. Ada sms dari seseorang yang saya kenal dan mengenal saya, ”And I wont ask U anything else.” Saya menerjemahkan sms-nya ini sebagai bentuk dari apa yang saya pahami sebagai bagian proses: dari seseorang yang saya kenal dan mengenal saya menjadi lebih baik (dari itu). Seperti apa, entahlah, let time tell!



PS: maaf jika harus memanggilmu dengan "seseorang yang saya kenal dan mengenal saya" karena Who Am I to You, membuatku kebingungan harus bagaimana memanggilmu seperti apa, sekarang.

resolusi tengkuk


Saya bukan muslim yang taat, itu jujur saya akui. Ada banyak ”jalan sesat” yang telah saya tempuh, padahal papan penunjuk ”jalan lurus” terang benderang terpampang di hadapan.

”Kesadaran” itulah yang saya bawa di jelang Tahun Baru 1 Muharrom 1430 H. Saya berhening sejenak, mencoba memutar kaleidoskop perjalanan saya di Tahun 1429. Saya mencatat banyak hal negatif dan positif. Namun saya sadar, catatan pribadi itu selain subjektif juga jauh dari lengkap.

Orang tidak bisa melihat tengkuknya. Karena itulah dia sulit untuk mengetahui ”kekurangan” dan ”sifat jeleknya.”

Istri saya mengucapkan ini. ”Lupa,” ucapnya enteng, ketika saya tanya, ”Ngutip dimana?” Masih kata istri saya, ”Tengkuk itu kan banyak dakinya, tapi orang sering tidak ngeh.” Saya, saat itu, sadar kenapa dalam setiap iklannya sebuah produk sabun cuci selalu memperlihatkan kemampuannya membersihkan bagian kerah baju. Ya, kerah baju itu nempel di tengkuk, salah satu titik noda utama.

Dan seperti daki, sisi negatif itu juga nempel di ”tengkuk hati.” Kita tidak bisa melihatnya, dan kalopun bisa, kita terlalu angkuh untuk mengakui keberadaannya.

”Dimana ’tengkuk hati’ itu?”

Jangan tanyakan itu. Saya sama tak tahunya dengan Anda. Itu hanya istilah absurd dan ngawur yang saya ciptakan untuk menggambarkan bahwa selalu ada sisi negatif yang luput untuk Anda lihat ketika sedang ”becermin” -untuk mengoreksi diri. Anda butuh orang lain. Pesan moralnya: (1). Jadi orang harus siap dikritik; (2). Rajin-rajinlah menggosok tengkuk, terutama ”tengkuk hati.”

Demi melihat dan membersihkan ”tengkuk hati” itu, saya berkirim sms ke beberapa orang. Metodenya masih sama, purposive sample, dengan pertanyaan sederhana, ”Hal apa yang menjadi ’Strength’ dan ’Weakness’-ku?”

Ijinkan saya membagi satu di antara weakness yang ditemukan oleh salah satu ”responden” di ”tengkuk” saya: Too Many Analytical Thinking! Maunya saya –ketika membaca ini- protes. Saya menangkap ini sebagai: (1)”terlalu banyak bicara” yang diperhalus; (2). Peragu, terlalu banyak mikir.

Tapi saya sadar, ini bagian dari ”resolusi diri.” Ini kritik. Inilah daki yang dilihat oleh salah seorang ”responden” nempel di ”tengkuk hati” saya. Adalah tugas saya, selanjutnya, untuk menggiring ”too many alaytical thinking” ini menuju jalan yang benar. Memakainya dengan benar dan di tempat yang benar.

”Biar resolusinya tidak cuma Omdo, omong doang. Bukan begitu, Pak, Bu?”

di jalur gaza, pekan ini

”Keberadaan agama ternyata adalah sia-sia. Buktinya, ia tidak bisa menjamin adanya kedamaian di dunia ini. Ia pun layu di hadapan keserakahan”

Ini premis yang jelas tidak dibenarkan. Tapi menjadi sulit dibantah ketika dihadapkan pada Palestina, khususnya Jalur Gaza, di pekan ini.

Jalur Gaza bergolak lagi. Tentara Israel, dengan alasan membalas serangan Hamas, melancarkan pemboman besar-besaran. Roket berhamburan. Maksudnya menyerang pusat-pusat kegiatan Hamas, namun apa lacur, korban sipil tidak terelakkan.

Aneh sekali, bukankah tempat itu hanya ”selemparan batu” saja dari tempat suci 3 agama: Islam-Nasrani-Yahudi. Hanya 75 km-an dari Jerusalem. Tidak bisakah mereka berdamai? Bukankah tentara Israel yang meluncurkan roket itu menyembah Tuhan-nya Ibrahim as dan Musa as? Tuhan yang sama dengan Tuhannya warga Palestina yang membalas roket dengan lemparan batu?

Wahai jiwa-jiwa yang dirasuki angkara, berdamailah. Perang tidak akan menghasilkan apa-apa, selain dendam

to 31


Yuhu....deg-degan nih! Ndak sabar nunggu besok. SemogaTEMBUS! Amien...

tahun baru yang terluputkan

Nilailah ini sebagai bentuk keprihatinan, tapi saya tidak. Saya menilainya sebagai bentuk koreksi diri. Ini tentang 1 Muharrom 1430 H. Tahun Baru Islam, tahun baru yang terluputkan.

Di akhir Desember ini ada kegalauan yang datang menghunjam. Bacalah baliho-baliho besar di pinggir jalan itu. Amati tema ”Sale” di pusat-pusat perbelanjaan. Semuanya seragam: ”Selamat Natal dan Tahun Baru 2009”

”Kemana Tahun Baru Islam?”

Saya berharap menemukannya di spanduk kampanye para Caleg DPR/DPRD, hasilnya,”Nihil!”. Sebut saya SARA. Tak apalah, saya terima, tapi ”Kemana Tahun Baru Islam?”

Saya kemudian mencoba mencarinya dalam dunia yang berbeda, spirit. Tapi lagi-lagi hasilnya nihil. Nyaris tidak ada orang ”berhijrah.”

”Jadi, kemana Tahun Baru Islam?”

Wednesday, December 24, 2008

sahabat

Yakinlah, bukan hal yang mudah untuk menemukan atau menjadi sahabat, terlebih dengan embel-embel sejati. Dalam perspektif saya, sahabat itu teman yang lebih dari sekedar teman. Pada sahabat, saya bisa cerita, dengan tanpa ada sehela napas pun keraguan, dari hal yang remeh temeh sampai hal -yang sifatnya- rahasia. Dengan sahabat, saya bebas untuk membagi air mata bahagia dan tawa duka, tanpa takut di-cap sebagai lelaki cengeng.

Sahabat itu orang hebat. Ngga kudu jadi problems solver tapi dia mau ndengerin curhatan saya dengan sepenuh hati. Menasihati/memberi saran tanpa tiada maksud menggurui.

Untuk sesaat tadi, saya sempat berpikir untuk segera mengakhiri tulisan ini dan menulis di akhir coretan: ”Maukah Anda menjadi Sahabat Saya?.”

Tapi, sesaat selanjutnya, saya sadar bahwa, ibarat pedang, sahabat (dan persahabatan) itu lahir dari proses (penempaan) yang panjang. Ada panas, keringat dan sakit yang mewarnai proses ”pembuatannya”. Sahabat tidak harus selalu membahagiakan, memuaskan, ataupun mendukung. Ungkapan, ”Right or Wrong, You’re My Man” tidak ada dalam kamusnya. Dia tidak ragu ”menyakiti,” ”mengecewakan” dan memilih berpisah arah. Asalkan itu adalah proses menjadi lebih baik dan kebaikan.

Dengan syarat yang tidak gampang dan proses yang tidak singkat itulah plus –dan ini yang paling memberatkan- personality saya yang didominasi ”unsur negatif,” tidak heran kalo daftar sahabat saya sangat sedikit. Dan inilah ”A Few Good Man” itu:
.......
.......
Fyuh, maaf saya tidak bisa menuliskannya, karena tempat mereka bukan di sini, tapi di HATI.

Tuesday, December 23, 2008

CINTA bernama SEBELAH TANGAN.

Cinta. Ijinkanlah saya menulis satu episode lagi tentangnya.

Saya pernah merasakan sakitnya. Sakit karena cinta yang tertolak. CINTA bernama SEBELAH TANGAN.

Apakah yang engkau cari
Tak kau temukan di hatiku
Apakah yang engkau inginkan
Tak dapat lagi ku penuhi
Begitulah aku
Pahamilah aku

Mungkin aku tidaklah sempurna
Tetapi hatiku memilikimu sepanjang umurku
Mungkin aku tak bisa memiliki
Dirimu seumur hidupku (Samsons)


Selayaknya Samsons, saya pernah sampai pada sebuah titik dimana saya tidak habis mengerti, ”Kenapa cinta saya tertolak?” Saya mematut diri: secara fisik, meski tidak ganteng-ganteng amat, tapi saya cukup yakin bahwa saya tidaklah mengecewakan. Pun demikian dengan otak. Beberapa kawan bahkan -dengan cukup meyakinkan- meyakini bahwa saya termasuk golongan ”cerdas.”
Di titik itu saya bertemu dengan Cupid. Katanya, ”Panahku hanya untukmu, tidak untuknya.” Damn! Tapi, saya bisa apa?

Itu cinta yang menempatkan saya pada posisi mencintai, tapi tidak sebaliknya. Nah, sekarang, saya menemukan kenyataan yang tidak kalah menyakitkan hati. Masih tentang CINTA bernama SEBELAH TANGAN: Saya tidak bisa mencintai seseorang yang mencintai saya.

Saya, dulu, ”membenci” orang yang membuat cinta saya tertolak. Kini, saya ada di posisi itu. ”Haruskan saya ”membenci” diri sendiri?”

”Kenapa tidak bisa?”
”Kamu nyaman, nyambung. Secara fisik dan intelegensia dia lebih dari cukup. Apa yang kurang darinya?”
Kalimat itu berdengung berkali-kali di kepala saya.

Saya berharap tidak bertemu Cupid. Saya sungguh tak punya nyali, bahkan hanya untuk mendengar kepak sayapnya.

Matahari meremang di ujung senja. Hingga gelap sempurna, saya masih belum menemukan jawabannya.

Monday, December 22, 2008

Akhirnya Indonesia tersingkir!

Sabtu kemaren. Di layar kaca televisi 21 inch: Thailand 2 : 1 Indonesia (Aggregate 3:1). Dan episode gemes tak kuwes kuwes pun berlanjut...

ibu dan jalan yang berbeda

Pukul 23.10. Saya menulis ini sesaat setelah meeeting di kantor. Meskipun sudah berkali mengalami -bahkan rutin tiap minggu- akan tetapi rapat evaluasi program selalu terasa melelahkan. Yach, sudahlah dijalani, ini bagian dari sebuah pekerjaan. Bagian dari jalan yang sudah saya pilih –setidaknya sampai saat ini- dan saya punya kewajiban untuk bertanggung jawab atas setiap langkah yang saya pilih.

Saya tidak ingin menulis tentang bagaimana lelahnya saya, atau bagaimana meeting tersebut menyisakan ”PR-PR” yang mesti saya selesaikan. Saya hanya ingin menulis tentang hari ini: 22 Desember. Hari Ibu.

Apa hubungannya?

Inilah kali pertama, saya mendapati bagaimana ucapan, ”Selamat Hari Ibu” yang saya haturkan untuk para Ibu di meeting tersebut, yang seharusnya ”biasa saja” menjadi ”luar biasa.” Saya menangkap rona penyesalan mendalam di raut para ibu itu.

”Ah, kau membuatku jadi pengen pulang Qi”

Ucapan Ibu Pemred News ini seakan mewakili para ibu itu: Associate Producer, Producers, Executive Producers, General Manager dan Presiden Direktur.

Mereka -saya bahkan tahu persis rekam jejak diantaranya- tidak sehari dua hari pulang larut, terlambat sampai di rumah. Pulang larut (bisa jadi) adalah daily activities. Apakah mereka tidak sayang keluarga? Tidak! Mereka juga ibu. Sama seperti ibu-ibu yang lain: cemas ketika anaknya sakit atau bangga ketika bayinya mulai bisa merangkak dan melonjak kegirangan ketika mendapati si kecil memanggil, ”Mamah”.
Hanya saja mereka (memang) memilih ”jalan yang berbeda”.

Saya tidak mau beradu argumen tentang ”jalan yang berbeda”. Itu adalah path yang mereka pilih, dan bagi saya, selama mereka dan keluarganya ”bertanggung jawab” terhadap pilihan tersebut, maka menghormati (pilihannya) nya adalah pilihan sikap saya.

Lalu kenapa rona penyesalan itu ada? Ya itu, karena mereka sayang pada keluarganya. Begitu dan itu yang saya tangkap. Terlalu sombong seandainya saya mengambil kesimpulan bahwa itu ada bentuk ambiguitas mereka: Sayang pada anak, tapi pulang larut jalan terus.
Mereka (memang) memilih ”jalan yang berbeda”...

Dalam derajat yang berbeda, ”jalan yang berbeda” juga saya jumpai pada Mamak, Sang Malaikat Berkerudung Putih. Tak sayangkah Beliau dengan anak-anaknya, sehingga ”rela” mengajak ketiga anaknya memulung sampah di malam hari?

Sampai di sini, saya sedikit kesusahan. Napas saya terasa berat. Mata saya sedikit berair. Saya ingin menangis. Menangis untuk Ibu saya. Ibu yang juga memilih ”jalan yang berbeda”.

Ibu memilih jalan yang sederhana, memilih mengurus kesembilan putra-putrinya, di saat kesempatan untuk mengembangkan diri begitu terbuka.

Pagi tadi, saya menelepon beliau, ”Selamat hari Ibu ya Bu. Mugi-mugi diparingi sehat.”
”Eh, matur nuwun ya. Wah, adekmu ki cen do kurang ajar. Ini hari Ibu, malah Ibu disuruh masak” jawab ibu. Terdengar nada merajuk disana. Tapi aku kemudian mendengar derai tawa kasihnya. Derai tawa yang meyakinkan aku bahwa rajukan tadi adalah sebuah kepura-puraan. Karena ibu –aku yakin sepenuhnya- tidak pernah merasa berat hati dan menyesali keputusannya untuk menjadi Ibu Rumah Tangga –apalagi untuk sekedar memasak.

Ibu, saya tahu Ibu tak pandai bahasa Inggris. Tapi Ibu, ini ada lagu yang sepenuh hati saya, ingin ibu mendengarnya:

You taught me everything
And everything youve given me
I always keep it inside
Youre the driving force in my life
There isnt anything
Or anyone I can be
And it just wouldnt feel right
If I didnt have you by my side
You were there for me to love and care for me
When skies were grey
Whenever I was down
You were always there to comfort me
And no one else can be what you have been to me
Youll always be you always will be the girl
In my life for all times

Mama, mama you know I love you
You know I love you
Mama, mama youre the queen of my heart
Your love is like
Tears from the stars
Mama, I just want you to know
Lovin you is like food to my soul
Youre always down for me
Have always been around for me even when I was bad
You showed me right from my wrong
Yes you did
And you took up for me
When everyone was downin me
You always did understand
You gave me strength to go on
There was so many times
Looking back when I was so afraid
And then you come to me
And say to me I can face anything
And no one else can do
What you have done for me
Youll always be
You will always be the girl in my life (Boyz II Men)

Ibu, lagu tadi memang panjang, tapi terjemahannya singkat kok, ”Ananda sayang Ibu, selamanya!”

Wednesday, December 17, 2008

magnet kuat bernama CPNS

”Eh, Mas..!” sapa perempuan muda berkacamata sambil tersenyum manis
”Mas..!,” timpal perempuan (yang tak kalah muda) di sampingnya
Senyum yang tak kalah manis juga terlukis dari bibir perempuan muda di sebelahnya lagi. Total jendral ada 4 gadis muda yang melemparkan senyum manis ke saya. Dan, mengingat bahwa senyum itu sebagian dari iman (hayah, cari pembenaran ceritanya), saya pun membalasnya, tersenyum semanis mungkin. Dalam hati, ”Perasaan belum buka cabang Taqi Fans Club di Jepara, kok? Mayan, mayan.... prospektif nih” :D

Masih dengan mesam-mesam dalam hati, saya berjalan pelan. Mata saya memelototi dudukan Stadion, mencari nomor Tes saya.
(Ohya, ini ceritanya saya sedang ikut tes CPNS di Jepara. Formasi: Perencana. Kursi yang tersedia: 1, yang terdaftar sebagai peserta tes 22. Jadi peluang saya, 4-5%. Insya 4JJI. Bismillah, bisalah. Amien)

Kembali ke mata saya yang melotot. Eh salah, maksud saya, kembali ke cerita di awal.

”Hey, melu juga to Mas!,” ucapan ini disertai sebuah tepukan di bahu mengagetkan saya. Saya spontan menoleh. Di belakang, saya mendapati Johan, adik kelas di Plano Undip.
”Heeh,” jawab saya singkat untuk kemudian bertanya, ”Kenal mereka ga?” Mata saya bergerak menunjuk ke arah deretan gadis-gadi muda.
”Halah, kuwi cah Plano 2003,” jawabnya ringan

Obrolan kami kemudian berlanjut dengan ringan. Sedikit basa-basi, bertanya kabar. Mata saya sesekali berkeliling. ”Kenalilah lawamu, maka kamu sudah memenangkan separuh pertempuran,” itu sebuah petuah bijak dalam buku yang pernah saya baca.
Melihat mereka, gadis-gadis muda itu, saya merasa menjadi Highlander. Secara, 99 Bo! Tapi, benarlah kata papatah, ”Di atas langit masih ada langit.” Tak jauh dari tempat duduk, di sebelah kiri, tak lama setelah menyiapkan peralatan tes saya mendapati dua orang Plano 97. Alhamdulillah...! :D

**
Tepat Pukul 09.00 Tes dimulai. Membaca soal pertama, optimisme yang saya bangun sedari Jakarta sedikit meluntur. Ini soal Tata Negara, kira-kira begini bunyinya: ”Sebagai Falsafah Hidup, Pancasila mengandung makna?” Ya Allah...! Saya beringsut ke nomor dua: ”Orde Lama ditandai dengan ketidakjelasan hubungan antarlembaga, seperti?” Robbii...! Sekelebat lalu, saya teringat sms seorang teman, ”Nek meh tes, yo kudu sinau. Wong aku wae, nek dilawanke cah baru lulus SMA wae kalah kok!”

Seketika, dalam hati, saya langsung berucap syukur sekaligus berterima kasih kepada teman tadi. Saya tidak boleh menyerah. Saya langsung memutar ulang memori saya yang semalam saya ”refresh” dengan belajar kisi-kisi soal semalaman suntuk.

Pukul 11.30, saya selesai mengisi semuanya. Setelah berdoa, saya menghela napas sesaat. Saya himpun kembali kesadaran. Mata saya kembali berkeliling. Setengah sadar saya melihat beribu orang ada di sana, berjibaku untuk sebuah pekerjaan bernama CPNS. Ketika kesadaran saya pulih seratus persen, saya semakin yakin: (Tes) CPNS memang magnet yang sangat kuat!

Hangatnya Hati Sang Biker (Trilogi Biker Beginner: 2)

Saya pernah melakukan survei kecil-kecilan, lewat sms. Pake purposive sample: orang-orang yang saya anggap kenal cukup tahu, ”Siapa sih Taqi?.” Pertanyaannya simple –nyontek sms teman- ”Deskripsikan Taqi dalam Satu Kata”

Ada 10-an orang yang saya kirimin. Tapi tak sampai separuhnya yang menjawab. Maklumlah, saya melakukan survei pada Pkl 00.00 WIB –hehehe, mumpung gratis sms-an.

Macem-macem, tapi yang paling saya inget adalah jawaban dari seorang sahabat di Tegal. ”ANEH” dia menuliskannya dengan huruf kapital. Seolah pengen menegaskan bahwa memang anehnya saya itu aneh yang tidak biasa –hmm, emang ada ya, aneh yang biasa? :D

Untuk beberapa lama, saya merasa kebingungan. Dimana anehnya?

==
”Hihihi, baru liat ada yang kayak kamu deh!” ujar seorang teman ketika kami pulang bersama
”Kenapa?”
”Aneh aja!”
”Kok?”
”Iya, bisa-bisanya ngapalin plat nomor”
”Emangnya kenapa?”
”Ya aneh aja. Hihihi..”

Saya ingat. Saya sudah hapal kode-kode wilayah dalam plat nomor sejak SD. Dan memasuki masa kuliah, ketika secara resmi ”dipasrahi” bapak untuk membawa motor sendiri, kebiasaan saya mlototin plat motor tidak susut. Dari sekedar melihat kode wilayahnya, sampe bener-bener ngapalin nomornya. Dan, paling sering saya lakukan ketika mudik bersepeda motor Semarang-Jepara, dua minggu sekali.

Semarang-Jepara, jaraknya lumyan, kira-kira 100 km-an. Biasa saya tempuh dalam waktu 2 jam-an. Selama perjalanan, saya seringkali merasa kesepian. Dan entah mengapa, rasa kesepian itu hilang ketika saya mendapati ada motor, mobil, bus atau truk yang ber-plat K. Perasaan itu bahkan menjadi ”hangat” kalo di belakang K itu ada huruf C atau L. Saat itu, saya langsung merasa bahwa saya sedang tidak (pulang) sendirian. Ya, K itu itu kode wilayah eks karesidanan Pati, sedang C/L adalah kode untuk Kab. Jepara. Tempat saya pulang.

Di Jakarta, kebiasaan ini tidak berubah. Bahkan makin menjadi. Tidak sekadar kode wilayah yang saya liatin, tapi juga nomornya, saya apalin. Dan ini biasanya saya lakukan kalo mendapati motor/mobil yang ugal-ugalan. Saya -ini nih kalo kebanyakan baca Trio Detektif-nya Hitchcock & Lima Sekawan-nya Blyton waktu SD- selalu teringat cerita-cerita detektif dimana ada sebuah peristiwa kriminal, kemudian clue awal yang dicari adalah: Plat Nomor! Dan dalam pikiran saya, kalo polisi butuh apa-apa, saya bisa seperti Jupiter Jones yang punya daya ingat ”super.” :D

Di Jakarta, tidak hanya Plat K yang membuat saya ”hangat.” Asalkan tidak B –kode Jakarta- saja sudah cukup. Biasanya, kalo melihat sebuah plat daerah, D, misalnya, saya kemudian akan membayangkan seorang teman yang berasal dari daerah itu. Mengingat hal lucu yang terjadi di antara kami.

Seperti siang itu, saya berimpitan dengan sepeda motor ber-plat GF. Ingatan saya langsung terbang pada seorang teman yang: kurus, terkesan lusuh, dan wajahnya itu lhoh. Hm..penuh welas asih..maksudnya, wajahnya memelas, mengundang belas asih. Hahaha...

”Teach me master,” itu kalimat kedua yang akan meluncur setelah ”Hi atau piye kabare?” setiap kali kami bertemu, pasca lulus kuliah. Dia ini, selalu dan –sepertinya- akan selalu begitu. Maklumlah, meskipun perkenalan kami dengan PS 2, berbarengan. Akan tetapi, dia nyaris tidak pernah bisa menang jika beradu teknik dan skill jempol di arena PS.

Saya ingat betul pertemuan terakhir kami. Waktu itu, Stadion Camp Nou masih diguyur hujan rintik-rintik ketika sebuah tendangan bebas melengkung yang sangat indah dari Andrea Pirlo merobek jala Victor Valdez. Sebuah tendangan bebas yang berhasil membuat pendukung Barcelona sontak terdiam. Camp Nou jadi sunyi. Sang teman pun hanya bisa menangisi nasib, melihat Barcelona-nya kembali takluk di tangan Milan-nya Taqi The Great :D

Mengingatnya, senyum kecil saya langsung terkembang. Dan itu, bisa membuat mood berkendara saya naik.

==
Kira-kira, cerita di tengah tadi nyambung ga dengan cerita di awal? Kalo menurut saya sih, nyambung banget. Jadi, aneh kan?
Kikikiki....

gemes tak kuwes-kuwes

”Bosok!”
Itu sms spontan yang saya tulis –ke seorang teman- begitu penunjuk waktu di kanan atas layar TV menunjukkan hanya tersisa 3 menit, untuk Timnas Sepakbola Indonesia mengejar ketinggalan dari Timnas Thailand.

Komentar saya mungkin terdengar sadis dan melecehkan. Tapi percayalah, Timnas Indonesia selalu ada di hati. Itu ungkapan ”cinta” yang gemes tak kuwes-kuwes melihat permainan Timnas yang ”tidak berpola” dan terkesan takut untuk membawa bola: bentar-bentar umpan lambung. Mosok ga sadar sih! Aduh gusti.... itu striker kita ”ceper-ceper”. Okelah, ada BePe yang ”jago udara,” tapi itu juga mestinya dengan umpan lambung yang ”akurasinya mesti OK.” Lha ini, umpan lambungnya, duh Gusti....!!!!!!

Kadung gemesnya, saya sampe teriak, ”X..X..X!” sambil seolah-olah mencet stick PS
”Apaan sih?,” ujar sepupu yang nemenin nonton –mungkin terusik dengan tingkah polah ajaib saya.
”Iya, mestinya mereka tuh maen bola bawah. Jangan lambung mulu. X, Bos, X!,” geram saya sambil kembali seolah mencet stick PS.
”Heh. Apaan sih!” ujar sepupu saya lagi
”Bodo Ah!” sengit saya sambil ngeloyor keluar rumah

Dan, masih dengan rasa gemes tak kuwes-kuwes, dalam hati saya membatin, ”Iiih, seandainya, seandainya..maen bola semudah maen PS!”

Monday, July 28, 2008

biker beginner

“Sing tatag, ati-ati lan waspodo. Jakarta ki kejam Le!” Petuah itu meluncur dari mulut seorang saudara ketika saya mengabarkan ke beliau bahwa saya baru saja menerima surat cinta dari sebuah stasiun televisi swasta nasional di Jakarta.

Kini, sudah tiga tahun berlalu, dan saya masih berkesimpulan bahwa Saudara saya itu benarlah adanya. Jakarta memang ”kejam” terlebih -untuk orang kampung seperti saya – jalanannya.

Menjadi biker di Jakarta itu adalah pilihan yang mesti bin tidak bisa tidak alias kudu dan harus saya pilih –hayo-hayo.. gadis-gadis cantik bermobil, ini ada omprenger ganteng nganggur lhoh :D. Maklumlah dengan gaji mepet, hanya sepeda motor yang bisa dikredit –jadi sampeyan tak usah heran kalo saya masih suka mesem tengsin kalo baca stiker ”Pak Polisi, Jangan Disemprit, Motor Kredit” di spakbor belakang motor laen.

Dua tahun menjadi biker –setahun pertama, saya jadi buser, maksudnya numpang bus :D –menyadarkan saya bahwa saya punya bakat jadi biker huebat! Jadi, sampeyan semua ndak perlu heran kalo mendapati saya memacu motor kenceng banget di Lenteng Agung. Pikir saya, bersaing, adu cepat, dengan Kereta Api adalah best practice yang paling gampang plus menguntungkan. Ibaratnya, sekali kayuh dua tiga pulau terlampaui: sambil berlatih dapet bonus absensi jempol ndak telat.

Tapi, practice saya tak terbatas berpacu dengan Kereta. Saya sadar, untuk bisa menjadi seperti Valentino Rossi, saya kudu jago handling juga. Jadilah, di tengah-tengah kemacetan, saya seringkali bermanuver nekat dan ”sedikit gawat”:

  • Untuk melatih ketenangan, saya memilih bermanuver, dari yang sederhana: nyelip di antara dua mobil, sampai yang sedikit ekstrem: nlingsep di sela roda depan-belakang truk.
  • Untuk melatih keseimbangan dan konsentrasi, saya suka sekali melatihnya dengan melewati jalan rusak. Dan ini menjadi the easiest one, karena hampir semua jalanan di Jakarta, hehehe,...
  • Untuk melatih keberanian dan pendengaran, uhm... saya paling memilih melaju cepat mengikuti ambulance atau mobil pemadam kebakaran. Sebenarnya ada satu lagi, tapi saya belum mencobanya dan kayaknya tidak recommended deh: naek ke trotoar. Di sini saya biasa melihat biker adu nyali dengan pejalan kaki, ndengerin omelan pejalan kaki –"yaiyalah trotoar kan emang untuk pejalan kaki bukan untuk motor..."

Namun, dari semua practice itu, aksi paling memukau adalah ketika saya melajukan motor dalam keadaan mules. Sebuah aksi yang sungguh saya tak bisa melukiskannya dalam kata. Mak Wuzzz.... :D

Friday, July 25, 2008

malaikat berkerudung

Malam beranjak larut, tawang tidak sedang terang. Hanya ada satu bintang ketika aku memasuki kompleks perumahan. Kutengok jam tangan lusuhku, Pkl 22.30. Segera kubuka gerbang rumah. ”Gre...g.!” suara gesekan gerbang memecah sunyi. Kuparkir Ega ke dalam pelataran rumah dan bersiap menutup kembali gerbang ketika dari kejauhan terdengar tawa kecil yang riang.

Di sana, di ujung jalan kulihat Si bungsu Deni (5 thn-an) kecil berlarian menghindari kejaran Kak Dina (8 thn-an). Dari kejauhan Si Sulung Atep (12 thn-an), nampak mengawasi. Mereka, tiga anak kecil itu, tidak sedang bermain. Mereka menemani Mamak tercinta mencari nafkah, memulung sampah.

Mamak –ah..aku menyesal tak sempat tahu namanya- tersenyum ketika melihatku. Wajah ibu berkerudung itu selalu nampak teduh, meskipun tetap saja gurat kelelahan terlihat jelas. Biasanya –kalo tidak ada ”sesuatu” yang bisa kuberikan- aku hanya membalas senyum itu, sekedarnya, lalu menutup gerbang dan masuk ke rumah. Namun, malam itu, entah kenapa aku ingin berbincang sebentar.

”Dek, sini!” Kulihat Deni tidak beranjak, wajahnya menyiratkan keragu-raguan. Tubuhnya mulai merapat ke Dina, menyembunyikan wajah –aku jadi ingat dengan kura-kuranya sepupuku yang selalu menarik kepalanya ke dalam tiap kali ada “tangan baru” yang mencoba menyentuhnya- ketika aku memutuskan untuk datang menghampiri.

“Dipanggil Om-nya gitu, kok diam” kudengar Mamak menegur Deni, dan itu cukup ampuh. Deni mengeluarkan wajahnya lagi. Tangan kecilnya bergerak ketika kusodorkan 2 Beng Beng yang tadi kubeli di jalan. ”Bedua ama kakak ya,” ucapku singkat sambil tersenyum.
”Bilang gimana?” tegur Mamaknya. Tapi dari mulutnya tidak keluar sepatah kata pun. Hanya dari mata yang berbinar itu aku tahu bahwa dia berterima kasih untuk ”hadiah kecilku.”

”Numpang istirahat sebentar ya Pak” ucapnya sambil menunjuk emperan rumah untuk bersandar
”Oh silakan, silakan”
”Dapat banyak Bu?” tanyaku sedikit berbasa-basi.
”Alhamdulillah, ya dibantuin anak-anak”
”Lhoh, bapaknya kemana?”
”Sudah tidak ada”
”Innalillah. Duh, maaf ya Bu”
”Ga papa kok Pak, sudah Allah yang ngatur”

Dan perbincangan kami pun untuk sesaat mengalir. Mamak bercerita -sebuah cerita yang sekarang, ironisnya, menjadi terdengar biasa di tengah riuh Jakarta yang tak lagi bermata hati- tentang Si Sulung Atep yang memilih tidak melanjutkan ke SMP. Alasannya: ”Kasihan Mamak. Atep mau bantuin Mamak saja” -ketika mendengar cerita ini mataku sontak menoleh ke sosok kurus, sedikit dekil, dengan sorot mata yang tajam dan tegar itu.

”Maaf, tapi sehari dapat berapa Bu?”
”Ya, Alhamdulillah, 25 ribu Pak”
Dan tanpa bisa kucegah aku nyeplos ”Hah, kok bisa (hidup)?”
”Saya sih, Bismillah aja Pak. Oh ya, terima kasih Pak. Tep..Atep, ayo, adiknya disuruh berhenti, jangan rame-rame. Nanti ganggu orang”

Aku hanya mengangguk. Mulutku susah sekali berkata-kata. Ucapan itu, bagaikan godam yang menghantam dada. Menyesakkan..

Monday, July 7, 2008

dua ahad

Dua ahad kulalui Depok-Bogor. Kereta yang sama, economi class dengan nominal Rp 1.500,00 tercetak di tiket. Dua ahad, dua acara yang berbeda namun tujuannya sama: menjalin silaturrahim. Di Ahad pertama, ada teman, satu kubik berselang, melepas masa lajang. Ahad kedua, Mas Omi, anak Budhe Ar, meng-aqiqah-kan anak pertamanya: Zidny Azka Muhammad.

Dua ahad kulalui Depok-Bogor, bertemu dengannya. Gadis kecil, tak sampai 6 tahun. Berkulit kusam, rambut dikepang, dengan sorot mata yang tajam. Aku bisa melihat bahwa gerbong kereta telah memahat raut wajahnya menjadi keras, kaku, zonder keceriaan. Tak lama terdengar suara kecilnya, ”Kamulah mahluk Tuhan yang paling seksi. Ah..ah...”. Tubuhnya bergoyang, meliuk, di hiruk pikuk laju kereta.

Friday, July 4, 2008

diskusi cinta

”Cinta tak kan diam melihat kejadian yang menyakitkan karena dia selalu mampu menyembuhkan. Ia tak membuang waktunya tuk menyaksikan banyak hati yang terluka. Ia lebih memilih tuk bergerak dan melakukan sesuatu. Cinta adalah hal terbaik yang pernah ada. Cinta mungkin tidak punya tangan dan kaki, tapi ia selalu bisa masuk ke celah sempit yang rusak, memilah hal mana saja yang mampu diperbaikinya...” (sebuah sms)

Entah kebetulan atau tidak. Di Kompas, Ahad kemaren, Samuel Mulya menulis tentang Cinta di kolomnya. Pada saat yang hampir bersamaan aku dan seorang teman sedang berdiskusi tentang cinta.

Cinta itu tidak bisa dicegah datangnya, tapi bisa diarahkan, karena cinta itu hanya sebuah reaksi kimia.
How? Bagaimana? Cinta datang dengan cara yang misterius. Love never has logical explanation. It goes beyond…

Dua persepsi yang berbeda. Aih, cinta, kini, bagiku, terdengar seperti data: “dia tak pernah berdusta, manusia lah yang memanipulasinya”

Kamu?

Thursday, July 3, 2008

langkah kedua

Katanya, bahkan bagi seorang penulis ulung pun, ada masa yang disebut ”mati angin.” (Masih) katanya, ini ditandai dengan produktivitas menulis yang jauh menurun. Aku? Tentu saja bukan penulis, apalagi dengan imbuhan ulung di belakangnya. Namun, jika menilik archieve yang kumiliki, kasat mata kelihatan kalo aku ”mati angin”. Ada seribu sebab, tapi jika mau jujur, itu ”hanya alasan”.

Malam ini aku mulai dan mencoba menulis lagi. Sedikit demi sedikit. Melangkah untuk yang kedua. Doakan ya...

yen neng tawang ono lintang

Malam kedua di Jepara. Listrik mati. Sekejap, terdengar suara adekku setengah berteriak, ”Yeeee..mati!”
Dari ruang depan terdengar, ”Inna lillahi wa inn ilaihi rojiuun..!”

Kami: aku, dua orang adek perempuanku, mbakku dari Jogja, dan my little nephew: dzaky, berlari ke luar rumah. Bulan sedang tidak ada. Tapi di tawang, sejuta bintang bersinar. Terang, sangat terang... Luar biasa, indahnya!

Wednesday, May 14, 2008

main hati...

”Anjrit, Gue banget!”
Kalimat spontan dari mulut seorang teman ini membuat cumi bakar yang sudah sampai di depan mulut, urung masuk, dan kembali ke piring. Ini dia gara-garanya:

Seribu wanita yang pernah singgah
Hanya datang dan pergi dan tak ada hati

Kau pun datang ada yang berbeda
Mengapa begini apa yang terjadi

Tak pernah sebelumnya
Tak pernah ku duga

Ku akui ku main hati (ku main hati 2x)
Ku tak bisa tuk memungkiri
Ku main hati

Bersamamu ku rasakan
Yang tak pernah kurasakan sebelumnya
Pencarianku berakhir
Karna ku tlah temukan dirimu

Ku main hati ... Ku main hati
Ku main hati ... Ku main hati (main hati; andra & the backbone)

Dalam hati, aku membatin,”Emang cuman elu..!”

Monday, May 12, 2008

puisi cinta anak programming

puisi ini nongol, secara dadakan, karena "panas hati" membaca puisi cinta anak manajemen yang lucu. "Harusnya ada versi programmingnya," pikir saya... :D

===

Mentari pagiku
Semburat jingga mewarnai OBB-mu
Membuatku tidak bisa lepas dari segmen pertamamu

Rembulanku
Minute by minute kunikmati hadirmu, di sampingku
Meskipun dari planning & schedulling kutahu hanya tiga puluh menit durasimu

Cinta..
On air lah selalu di hatiku
Dan biarkan commbreak itu menunggu

Sayang..
Senyummu adalah top ratingku
Maka, ijinkanlah aku meng-akuisisimu

Thursday, April 24, 2008

Ikan Asin Sambal Hijau

“Bawang putih, garam, cabe rawit ijo dan ikan asin. Gampang to?”
Itu kalimat Mamah ketika kutemani membuat menu makan di siang yang terik: Ikan Asin Sambel Hijau. Itu menu, dikombinasikan dengan Nasi Hangat dan segelas Jus Jambu-Jeruk, hasilnya = Mak Nyus….

kata pengantar

**kemaren, Yunce, teman kuliah saya, mengirim sebuah pesan melalui email. Pesannya singkat, "Tolong bikin kata pengantar", tapi efeknya tidak singkat. Saya, jujur saja, tidak enak hati. Maklumlah, saya punya "sedikit masalah" dengan someone dari masa lalu, yang kemudian memaksa saya keluar dari milis kuliah. Saya ndak mau, kalo keberadaan saya -meskipun hanya lewat kata pengantar- membuat proses buklet menjadi kacau balau plus menjadikan Hp saya penuh dengan sms-sms "kotor" dari si jali-jali itu. Tapi, setelah konsultasi dengan Atdee, teman saya, saya memutuskan menerima permintaan Yunce. Kata saya ke Yunce, "Jangankan diedit, didrop juga OK." Meskipun, sangat mungkin Yunce mengartikannya secara harfiah, yaitu meng-edit kata/kalimat, namun sejatinya, maksud saya jelas, "Kalo memang keberadaan Kata Pengantar dari saya membuat "gatel" si jali-jali, maka drop saja!" Capek ngurusinnya...**

====

Orang Jawa bilang, saya sedang ketiban sampur (terkena masalah besar, red). Lha iya, bagaimana tidak. Tanpa ba bi bu, Yuniar a.k.a Yunce dengan “lembutnya” meminta saya menulis kata pengantar. Reaksi pertama, tentu saja, kelit sana sini. Reaksi selanjutnya, ngeles kiri kanan. Namun apa daya, pesona Yunce emang tiada duanya. Reject Mode pun akhirnya menjadi tidak berfungsi lagi. Dan, jadilah!

Ketika mulai menulis, masalah pertama menghadang: otak saya mampet, jari-jari jadi terasa kaku. Blank! “Mau nulis apa?”
Saudara sebangsa dan setanah air, bohong besar kalo saya bilang, “Saya tidak nervous,” ketika diminta menulis disini. Namun, dengan bondho nekat, akhirnya jari saya pun berhasil bergerak merangkai kata demi kata. Terlebih di telinga ini terngiang kalimat pamungkas Yunce “Ayolah Pak, makilin Komting!”

(Masalah) Selesai? Belum. Karena masalah berikutnya telah menanti: Ngomongin Plano 99, itu lumayan panjang –kalo tidak mau dikatakan tidak akan pernah bisa selesai. Ibarat Film, ada banyak versinya: ada Theatre Version, DVD Version, Uncut Version, sampai versi bajakan pun ada –meskipun dua versi yang disebut terakhir tadi hanya beredar di kalangan terbatas Plano 99, hehehe.

“Duh, apalagi ya?”.... Aih, sudahlah, sudah cukup basa-basinya. Biarkan saya memberikan kata pengantar yang selayaknya kata pengantar.

Buklet. Hmmm, saya, sebenarnya, hampir tidak yakin kalo “proyek besar” ini akan kelar. Maklumlah, meskipun sudah didengungkan dan di-approve oleh Angkatan 99 sejak awal 2000-an, akan tetapi proses yang berlarut-larut membuat optimisme saya menciut. Terlebih jika mendengar “keluh-kesah” dari pihak-pihak yang mbaurekso buklet, terutama: Atdee, Yunce, Indra, Fajar, Sigit, dll. Hanya saja, Tuhan Memang Maha Baik, dan memberi kemurahan dan kesabaran lebih pada orang-orang ini. Meski “berkeluh kesah”, tapi mereka tidak berhenti, terus bergerak dan berteriak: lewat milis, email, sms, dan telpon. Hingga akhirnya, terbitlah buklet yang Anda baca, sekarang ini.

Saya, terakhir membaca dan melihat bentuk buklet –yang belum diedit, masih dalam bentuk file- di Komputer Atdee, akhir 2007, ketika menyambanginya di Tegal. Waktu itu, saya bilang, “Keren!” Sekarang, hingga saya menulis ini, saya belum membaca dan melihat versi cetaknya. Tapi saya percaya, haqqul yaqien, kalo versi cetaknya pun tak akan kalah keren. Bahkan, jika dicetak dalam format hitam putih pun, saya yakin tidak akan menghilangkan kekerenannya.

Membaca buklet ini, (seolah) membawa kaki saya kembali pada lorong-lorong kelas perkuliahan, tempat saya mengasah otak. Membawa tawa berderai saya pada kejadian-kejadian aneh bin ajaib –terutama- di Ospek dan Studio. Menebarkan senyum, karena teringat kembali bagaimana merajut hati dengan seseorang. Bersemburat merah, malu, karena dosen tercinta. Bahkan, bukan itu saja, ketika sampai pada halaman studio, saya dengan tidak sadar menutup hidung, karena aroma wangi tidak mandi Anak-anak 99 seperti tercium kembali....

“Kok, sepertinya indah semua?” Weits...nanti dulu, Anda salah kalo mengira buklet ini hanya “bercerita” yang indah-indah saja. Entah di halaman berapa, pada peristiwa apa, atau pada sesosok teman yang mana, akan ada sedikit momen dimana Anda merasa sesak napas: haru! Atau bahkan karena kejengkelan yang tak terlampiaskan.

Ya, begitulah. Story telling. Itulah “kerennya” buklet ini. Bukan pada bentuk dan tampilan luarnya, tapi pada isinya. Membaca setiap katanya, melihat setiap gambarnya, hingga membalik setiap halamannya, buat saya, adalah sebuah enjoyable adventure. Saya seperti tersedot dalam ruang waktu, rehat sebentar dari aktivitas kekinian, dan kembali ke “indahnya” dunia perkuliahan.

“Ah, berlebihan sekali!” Kalo Anda berpikir seperti itu, maka saya anjurkan, “Di sela sore yang cerah, ambillah teh, bawa ke teras rumah Anda, kemudian bacalah buklet ini bersama orang terdekat Anda, dan biarkanlah magis buklet ini bekerja!”

Muhammad Taqiyyuddin (L2D 099 439)
yang butuh 6 tahun untuk dapat title alumnus

PS: Bingung, sejak kapan jadi Komting???

Monday, April 14, 2008

terperangkap sunyi

Pukul 12 malam. Di perempatan Trakindo, lampu merah menghentikan laju motorku. Kutarik ke dalam jaketku, berharap kehangatan lebih. Kuedarkan pandangan sesaat. Sepi. Di sampingku hanya ada satu motor: seorang bapak dan anaknya yang masih kecil, di bawah dekapan sang ibu yang membonceng di belakang.

Anak itu lucu sekali, matanya berbinar. Senyumnya terus terkembang, meski dinginnya angin tak berhenti menggigit malam. (Senyum) itu membawa mataku menengok ke dalam hati. Kulihat diriku yang terasing di sudut kediaman, yang kuciptakan sendiri.

Lama, waktu seperti berhenti. Berputar kembali seiring terdengarnya tawa dari bibir si anak kecil, ketika tangan sang ayah menyentuh pinggangya. Aku tersenyum ke arahnya. Berharap sedikit mendapatkan kehangatan (dari mata indahnya). Tapi aku salah. Mata itu tiba-tiba menjadi dingin, dan (seakan) menghujamiku, “Berapa lama kau akan menghukum dirimu (seperti ini)?”

Kupalingkan mata dari matanya, kuringkukkan kembali dalam kediaman..dingin...yang kuciptakan sendiri.

Thursday, April 10, 2008

luluh (by samsons)

saat terindah saat bersamamu
begitu lelapnya aku pun terbuai
sebenarnya aku tlah berharap
ku kan memiliki dirimu selamanya

segenap hatiku luluh lantak
mengiringi dukaku yang kehilangan dirimu
sungguh ku tak mampu
tuk meredam kepedihan hatiku
untuk merelakan kepergianmu

ingin kuyakini cinta ta kan berakhir
namun takdir menuliskan kita harus berakhir

segenap hatiku luluh lantak
mengiringi dukaku yang kehilangan dirimu
sungguh ku tak mampu tuk meredam kepedihan hatiku
untuk merelakan kepergianmu

ohh…ohh…
ku tak sanggup merelakanmu..
ohh…ohh…ohh..
segenap hatiku luluh lantak
mengiringi dukaku yang kehilangan dirimu
sungguh ku tak mampu
tuk meredam kepedihan hatiku
untuk merelakan kepergianmu

Friday, March 28, 2008

berharap pulih

Sepertinya, sudah lama sekali aku tidak menyentuh file ini. Menceritakan beberapa kelumit cerita hidup dalam rangkaian kata. Fyuh…sebulan terakhir ini, aku rasanya sedang menuruni bukit. Ndak tahu, is this become my lowest point? Atau…tak tahulah, yang pasti aku butuh perjuangan lebih untuk bisa keluar (dari track berbatu ini).
Aku ndak bisa lagi menyombongkan diri, berkata bahwa, “aku baik-baik saja”, karena nyatanya aku tidak (sekuat itu)…

Tuesday, February 5, 2008

akhir episode kita

Hai, hai, hai….pa kabar? Ade’ sedang kena kangen yang tidak biasa, nih. Makanya nulis surat, hehehe. Kalo lewat sms, itu sih kangen yang biasa. Hihihi…ade’ jadi inget, waktu mas nembak dulu. Surat bersampul biru…ehm..ehm..suit-suit deh pokoknya. Hahahaha. Becanda mas, Ade’ suka kok. Masih disimpan rapi. Hapal malah! :D

Mas, duh…tau ga, kelamaan di sini membuat ade’ susah ngomong Mas…hihihi..lucu kali ya, kalo ade’ manggil mas dengan Aa, hehehe, Aa Pram…hmm…ga pantes ah! Enakan mas Pram! :D

Mas, masih inget dengan rumah mungil yang dulu kita impikan? Kemaren ade’ nemu! Duh, cantiknya… Mas mesti liat deh! Jadi ya Mas, itu rumah: mungil, halamannya tidak terlalu luas tapi cukup untuk kamu berkebun bunga (hm..aku kangen bau keringatmu ketika berkebun Mas :D ), mbakar sate, dan… bermain dengan dua (calon) peri kita (nanti)..

Oh ya, kamu dapat salam dari teman-temanku. Mereka penasaran. Kata mereka, “Kayak apa orang yang sudah bisa bikin kamu kangen gila kayak gini?” Yang paling parah si Dhea, dia sampe ngacak2 tasku, ngecek makan-minumku, “Jangan-jangan Lu dipelet?”
Hahaha…

Satu lagi! Ade’ dapat buku bagus. Nti, ade kasih liat. Ini hasilnya:

ketika kamu melangkah pergi
ketika itu pula kangenku menghentak
tak berhenti
yang tertinggal hanya..
senyummu yang abadi..


gimana??? (blushing mode on)

Mas, aku K.A.N.G.E.N,


Ade’
(Milikmu, Selalu :D )



[surat khayalanku: untukku darimu, dari seberang sana. Tergenggam erat di tanganku. Lekat, selekat pandanganmu ketika mengirim undangan pernikahanmu, dengannya….]

Monday, February 4, 2008

tanpamu (lagi)

perihnya hati ketika menyadari di tarikan napas yang kesekian ini kamu kembali tiada di sampingku

Friday, February 1, 2008

kangen 'kan membawamu pulang kembali

pergilah, sejauh yang kau ingin
I’ll be all right kok
karena hatimu aman di sini
di hatiku

pergilah..
pintaku, berhati-hati lah
hujan di luar deras sekali

pergilah, ke tempat yang kau ingin
aku baik-baik saja kok
karena rumahmu di sini..

pergilah bersama bayu pagi, sejauh mentari menyinari
di sini, aku dan embun menunggumu..

pergilah, sejauh yang kau ingin
dan biarkanlah kangen ini yang akan membawamu pulang kembali

Tuesday, January 29, 2008

tentang sahabat: brown gorilla

Inginnya romantis. Ndengerin yang syahdu mendayu. Biar bisa tersenyum-senyum kecil, sendiri, dan ngga jelas gitu dech. Yach..naikin mood lah! Maklum lagi fallin’ yang bener-bener fall. Ato, kalo kata temen saya biar bisa, ”So Deep, Man..So Deep...” hehehehe. And..entah dari mana datangnya tiba-tiba terpikir lagu ini:

30 menit, kita disini, tanpa suara
dan aku resah, harus menunggu lama, kata darimu…

mungkin butuh kursus, merangkai kata, untuk bicara
dan aku benci, harus jujur padamu, tentang semua ini

jam dinding pun tertawa, kar’na ku hanya diam, dan membisu
ingin kumaki, diriku sendiri, yang tak berkutik di depanmu

ada yang lain, di senyummu,
yang membuat lidahku, gugup tak bergerak
ada pelangi, di bola matamu,
dan memaksa diri, ‘tuk bilang…
aku sayang padamu
aku sayang padamu

mungkin sabtu nanti, ku ungkap semua, isi di hati
dan aku benci, harus jujur padamu, tentang semua ini

jam dinding pun tertawa, kar’na ku hanya diam, dan membisu
ingin kumaki, diriku sendiri, yang tak berkutik di depanmu

ada yang lain, di senyummu,
yang membuat lidahku, gugup tak bergerak
ada pelangi, di bola matamu,
seakan memaksa, dan terus memaksa
ada pelangi…. (pelangi di matamu, jamrud)


Pilihan yang ndak jelek-jelek amat toh? ”Sok romantis lu Qi,” celetuk teman di sebelah kubik, sambil nowel gemezz...[hihi..mau lagi dunk! Hahahaha].

Tapi apa lacur, memori tentang lagu ini memang bener-bener kejam. Jauh-jauh lebih kejam daripada ibukota dan ibu tiri. Ndak percaya? Bayangkan ini:

  • Lelaki gempal, berkulit coklat tend to black, berpenampilan preman, suka bertelanjang dada (ssst....kalo doi gemez, sukanya nete’i, eh salah, salah..maksutnya ngeteki, hahaha).
  • His favourit trouser: celana merah yang mleketet [hihihi...kebayang donk bo, tonjolannya itu lho!, hahaha].
  • Fans berat Jamrud! Sampe-sampe Jamrud jadi OST waktu doi maen di Film Ojek Cinta Plano 99 (huahahaha).
  • Paling jago maen game, sayangnya...kalo maen game paling rajin njerit-njerit ga jelas. Ini sangat mungkin karena saking ”mendarah daging”-nya Jamrud di hati sanubari doi, wakakaka.... Oh iya, sampeyan semua juga mesti melihat bagaimana ”garangnya” beliau ini ketika berdendang mengikuti suara Jamrud yang keluar dari Speker kelap-kelap ala lampu disko yang nongkrong manis di samping PC Ndut-nya, hehehe.

”Duh, tampangnya gahar dong? Galak dong?”
Hahaha, sampeyan salah kalo mikir kayak gitu. Justru disinilah harta karun yang beliaunya ini miliki. Tampangnya ga gahar sama sekali, nggemesin dan mirip pelawak Kadir!

”Huahahahaha...”
”Hush! Kenapa Lu Qi?”
”Ga jadi romantis! Hahahaha...”
”Kok?”
”Habisnya, malah jadi inget Gorila Coklat. Hahahaha”
”Gorila Coklat?????”
”Hahahahahahaha...”


Ps: (1) maaf kalo ucapan selamat menjadi bapaknya aneh begini, habisnya...ga kebayang sih, ente uda jadi bapak aja Ton! Selamat ya, semoga ente dan keluarga selalu dalam lindungan 4JJI. Amien.. (2). Miss U Man, kapan kita bisa kumpul2 lagi? Jadi lajang lagi? Just for one night lah, hahahaha...

tentang sahabat: how to defeat supergirl

(jangan berharap ada kisah heroik lengkap dengan batu krypton-nya ya...)

Saya lupa tepatnya, tapi kira-kira seminggu terakhir, jika ada waktu, saya sebisanya akan menyempatkan diri menengok teman saya. Hitung-hitung menjalin silaturrahim, meskipun kadar silaturrahimnya tipis banget. Maklumlah, Bandung jauh euy, (jadi) nengoknya (cukup) lewat blog (ajah).

Teman saya ini, perempuan lajang yang dari hari ke hari membuat nafsu iri saya bergelegak. Bagaimana tidak, dulu saya pikir dia itu ”cuma” smart, single, punya great job dan easy going. Eh lha kok ya, ternyata (!) jago nulis juga. Kisah kesehariannya dengan entengnya diceritakan dalam rangkaian kalimat yang ”DIA BANGET”.

Dia banget itu:

  • Biasalah, lajanger, perempuan pula (!) (hehehe, mohon di sorry kalo maen gender) temanya ga jauh dari percintaan. Mulai dari: percintaan itu sendiri; pertemanan yang mengarah ke percintaan; persaudaraan yang penuh dengan percintaaan; kesedihan, ke-gregetan, kelucuan, tawa, blushing, dan sebagainya yang mengarah ke percintaan; dating yang mengarah ke percintaan; gombalan-gombalan yang ujung-ujungnya adalah percintaan juga; dan akhirnya berpuluh-puluh lagu bertema pungguk merindukan bulan yang menjadi soundtrack dalam sebuah kisah percintaan
  • Tanpa EYD. Jadinya, sampeyan semua, para pembaca, akan menemukan dengan mudah emotion icons bertebaran di sana-sini. Pokokna bener-bener hebring karena ga takut disemprit polisi bahasa
  • Ngalir ajah. Ini maksutna, ndak ada tedeng aling-aling, smooth, ringan, jadinya enak kalo dikunyah-kunyah :D
    Very emotional (!) namun keseimbangan otaknya terjaga. Ini sekaligus menjadi contoh sahih bagaimana sebuah rumus psikologi (?), ”Perempuan itu mempunyai komposisi 90% hati dan 10% otak. Follow your heart beibeh coz heart never do wrong”, tidak berlaku untuknya! Hajar Bleh!!! :D

Nah, supergirl enough to?

Tapi Anda ndak usah khawatir, dia masih bisa ”dimiliki” kok (Ingat: Supergirl juga manusia). Nih, saya kasih bocoran supaya bisa mendapatkannya (minimal Anda dapat hotline numbernya lah :D) :

  • Be Nice Boy. Ini hanya hipotesis aja, dia sudah cukup aneh, jadi ndak usah yang aneh-aneh. Lagipula ada rumus tidak resmi (karena yang ngerilis hanya saya :D ) : orang ”bengkok” itu cocoknya dengan orang ”lurus”. Nah Nice Boy pasti klop dengan Weird Girl :D
  • Ajak ngobrol tentang nasi goreng, jus alpukat, dan sop iga (tentunya sambil ditraktir!)
  • Relakan diri Anda jadi recycle bin-nya. Terima saja kalo tiba-tiba dia menelpon Anda jam 2 pagi, ngomong ngalor ngidul ga karuan
  • Jangan suka berkata yang aneh-aneh, such as: ”Jeung, jalanan macan tutul, capung degh ike” karena dia sudah cukup aneh :D
    Jangan pernah ngegombal karena pasti kalah kelas. Secara, dia sudah khatam Kamus Buaya Edisi Yang Diperbaharui. Ngga mempan coy! :P
  • Jangan pula pake bahasa melayu kuno, seperti: ”Duhai Puan, elok rembulan tak seelok senyuman Puan” Apalagi nyoba-nyoba nyanyi malaysie punya: ”Engkau bagai air yang jernih; Di dalam bekas yang berdebu; Zahirnya kotoran itu terlihat; Kesucian terlindung jua” Never do this! Sumpeh! Yang ada, Anda akan dikira TKI ilegal yang baru saja melarikan diri dari kejaran polis diraja malaysia
  • Jangan bikin dia marah, SEYEEEM BO! (hih....!!!!)
    And de mos importante: Jangan pernah (!!!) ngomongin mas-mas berdada bidang. Yang ada, dianya bakalan toleh kanan-kiri, nyuekin Anda, trus dengan dengus memburu berkata,”Mana-mana! Mana, masnya!” :D

Nah, jika sudah bisa ngelakuin yang tadi ituh, bolehlah Encik nyanyi ni:

suatu hari nanti
pastikan bercahaya
pintu akan terbuka
kita langkah bersama

di situ kita lihat
bersinarlah hakikat
debu jadi permata
hina jadi mulia

bukan khayalan yang aku berikan
tapi keyakinan yang nyata
kerana cinta lautan berapi
pasti akan kurenang jua (deru dalam debu, iklim)

Oh ya, jangan lupa dan jangan keasyikan. Apalagi berharap dia menyatakan perasaannya kepada Anda. Itu hil yang mustahal. Guys, kalian lah yang kudu’ mengutarakannya. Jika tidak nasib kalian akan seperti Superboy (dalam kisah Superboy and Supergirl, versi saya) berikut ini:
Superboy dah lama menaruh rasa ke Supergirl. Superboy pikir cinta tidak mesti harus dengan kata-kata. Sampai datangnya hujan meteor dari Planet Krypton, tetap tiada kata cinta. Akhirnya percintaan Superboy dan Supergirl tiada pernah terlaksana (hihihi, bener-bener dah, ini kalimat berima yang sungguh- sungguh amboi nian didengarnya :D )

Itu tadi yang di atas Plan A. Jika ndak berhasil, maka berikut adalah plan B-nya :
Tahu Film-nya John Cusack yang Say Anything?. Tahu kan adegan favorit di film tersebut? Yup! Angkat sebuah tape dan puterlah lagu ini (kenceng-kenceng, dan kalo perlu iringi dengan live performance Anda) di depan kamar kos-nya:

ku ingin kau tahu diriku di sini menanti dirimu
meski ku tunggu hingga ujung waktuku
dan berharap rasa ini kan abadi untuk selamanya
dan ijinkan aku memeluk dirimu kali ini saja
tuk ucapkan selamat tinggal untuk selamanya
dan biarkan rasa ini bahagia untuk sekejap saja (cinta dalam hati, ungu)


Dijamin (eh, ngga jamin dink :P) bakalan bikin hatinya lumer.

Jika tidak berhasil juga, wah berarti memang Anda harus menjalankan The Ultimate Plan: Rajin ke gym. Biar singset, berisi dan....berdada bidang (hih...! kebayang donk bo!). Terus, duh saya ndak bisa. Ndak kuku.... hahahahaha

Pokoknya, selamat berjuang lah. Ingat: Darah Itu Merah Jenderal! (hayah! Hahahahaha.....)

Sunday, January 27, 2008

27 in 27

oh may goodness. pitu likur taun!

Ya 4JJI semoga yang telah lalu tiada yang sia-sia..
Ya 4JJI semoga yang akan datang tidak untuk kusia-siakan
Amien...

Monday, January 21, 2008

dark side #2: telenovela

Ini kisah dua manusia, Pram dan Sabrina. Berjumpa di bangku kuliah ketika Pram masuk semester 5 dan Sabrina..dia baru saja jadi mahasiswi. Sebulan berkenalan, Pram mulai mengenalkan arti cinta (pertama) pada Sabrina, dan Sabrina mengenalkan pada Pram bagaimana seharusnya mencinta.

Dua tahun berjalan, Pram dan Sabrina, menjadi sepasang kekasih. Semua kelihatannya sempurna, hingga di sebuah senja..
Pram: Sab, maaf ya kita ga bisa jalan terus
Sabrina: hah...?!
Pram: Iya, Sab, sepertinya kita harus break
Sabrina: kenapa?
Pram: ada perempuan lain
Sabrina: (tak ada suara, hanya tangis lirih)
Pram: maaf...

Dua hari berikutnya, Sabrina melihat Deena memeluk Pram, melaju di atas sepeda motor.

Di ruang tamu Kos Deena, di malam sebelumnya:
Deena: kamu yakin Pram?
Pram: iya, please bantuin aku ya? Hanya ini caranya agar Sabrina mau putus dariku
Deena: Pram..Pram...kamu memang aneh!
Pram: Dia terlalu baik Dee, aku takut tidak bisa membahagiakannya
Deena: Tapi Pram, Sabrina tau masalah kamu?
Pram: (menggeleng)
Deena: Pram, Pram, Tak kasihankah kau padanya?
Pram: Justru karena aku kasihan dan mencintainya, maka aku menjauhinya
Deena: Terserah kamulah... OK, tapi just one day ya..
Pram: Thanks ya. I owe you much..

Tiga hari selanjutnya, di sore yang mendung, di kamar kos-nya, Pram sedang menikmati secangkir kopi, ketika sms Sabrina datang,”Make it Clear. Kutunggu di Kos sekarang..” .

Mendung menjadi hujan ketika Pram sampai di ruang tamu Kos Sabrina,
Sabrina: Jadi...
Pram: Iya..
Sabrina: Kamu kenapa sih?
Pram: Ngga papa. Aku hanya jatuh cinta lagi. Maaf...
Sabrina: Deena ya?
Pram: (mengangguk)
Sabrina: Sejak kapan?
Pram: Ngga tau, semuanya tiba-tiba
Sabrina: Tapi aku...aku ada salah kah? (terdengar mulai menahan isak)
Pram: Kamu ga salah. Aku yang salah, karena jatuh cinta lagi. Maaf ya Sab, aku tau aku egois sekali, tapi aku ga bisa bo’ong, aku jatuh cinta.
(hujan turun semakin deras, Pram dan Sabrina terpaku dalam diam)
Pram: Sepertinya aku mesti pulang. Maaf...
Sabrina: (menahan tangis) semoga kamu bahagia..

[kau sempat ucapkan pisah
saat kuberanjak pergi
tapi perasaanku tak berpaling darimu

tahukah kamu
semalam tadi
aku menangis
mengingatmu, mengenangmu (menangis malam, audy)]


Di teras kos Sabrina, di bawah hujan, Pram mendesah lirih, ”Semoga kamu bahagia Sab. Maaf ya..”

[dan
perlahan kau pun
lupakan aku mimpi buruk mu
dimana telah ku tancapkan duri tajam
kau pun menangis menangis sedih
maafkan aku

dan
bukan maksud ku
bukan ingin ku melukaimu
sadarkah kau di sini ku pun terluka
melupakanmu, menepikanmu
maafkan aku (dan, sheila on 7)]


Hujan turun semakin lebat, mengantar perpisahan Pram dan Sabrina

Waktu berputar, 2 tahun berlalu.
Di sebuah cafe, Pram menatap lekat Kezia
Pram: Maaf Ya..
Kezia: Kenapa sih Pram? Aku salah apa?
Pram: Kamu ga salah. Aku kok masalahnya
Kezia: Ngomong dong!
Pram: Aku ga cukup yakin dengan hubungan ini
Kezia: Kenapa?? Oh...Siapa namanya? (suaranya meninggi)
Pram: Ngga ada siapa-siapa. Like I Said, aku ga cukup yakin dengan hubungan ini
Kezia: Iya, tapi kenapa?
Pram: Maaf Kez, aku ngga tau kenapa. Tapi itu yang kurasa. Maaf...

Pram beranjak dari kursinya, meninggalkan Kezia yang terisak. ”Maaf Kez, kamu terlalu baik untukku. Aku tidak cukup yakin bisa membahagiakan kamu,” lirih batin Pram

Malam beranjak larut, ujung jari Pram menekan sebuah nomor
(sebentar, terdengar suara John Mayer):

you want love?
we'll make it
swimming a deep sea of blankets
take all your big plans and break 'em
this is bound to be a while
your body is a wonderland
your body is a wonder (i'll use my hands)
your body is a wonderland
damn baby
you frustrate me
i know you're mine all mine all mine
but you look so good it hurts sometimes (your body is wonderland, JM)


Dee: Iya Pram. Ini jam 12 kangmas..!
Pram: hehehe..sorry ganggu
Dee: Alah..Bukan sekali ini kan kamu ganggu aku, kenapa lagi?
Pram: Kezia..
Dee: Jangan bilang kalo kamu putusin dia gara-gara stupid thing kayak Sabrina dulu?
Pram: Sepertinya ...
Dee: Pram..Pram..gini deh, duh, mesti berapa kali sih?!
Pram: Sorry ya!
Dee: Ya sudah, kamu tidur sana. Besok, meet me di Cafe Becak, lunch time OK.
(klik dan telpon pun terputus)

Dee sudah bersiap meneruskan tidurnya ketika Pram mengirim sms, ” Bingung Dee. Ketakutan itu...datang dan datang terus.. Aku takut kalo dalam perjalanan kami selanjutnya aku akan melukainya, membuatnya menangis...”
(”Fyuh...,” Pram menarik napas berat).
Di seberang, Dee menekan HP. Sebuah sms terkirim,”Yaa... Pram, trust me, ketakutanmu itu sungguh-sungguh ga beralasan.. Nite. CU tomorrow

6 purnama setelah itu
Pram baru saja pulang dari menikmati secangkir coffe latte hangat bersama rekan-rekan kerjanya, ketika sebuah sms datang: ”Pram, doain aku ya, lusa aku menikah. Kuharap kamu bisa datang-Sabrina”
(Malam itu, sesak napas menyerang Pram...)

Pagi, matahari bersinar cerah ketika Pram menekan sebuah nomor yang sudah 2.5 tahun tidak ditekannya
Pram: Halo, Sabrina? (nada gugup terdengar jelas)
Sabrina: Hai..Pram. Apa kabar?
Pram: Baik. Maaf ya, sepertinya tidak bisa datang
Sabrina: ga papa kok, yang penting doa restunya
Pram: Iyalah. Ohya, siapa lelaki yang beruntung itu?
Sabrina: Oh..Namanya Ken. Hanya lelaki biasa. Ngga kayak Pram yang melegenda. Hahaha
Pram: hehehe..bisa aja. Ehm..Sab..ehm..
Sabrina: Iya..
Pram: Maaf ya, karena pernah nyakitin kamu
Sabrina: Sudahlah Pram...(nadanya melemah)
Pram: I really sorry. Aku jahat banget ya
Sabrina: udahlah..oh ya gimana kabar Deena?
Pram: Oh, dia sekarang di Makassar
Sabrina: Kamu...maaf..masih??
Pram: Deena? Sudah ngga...(lirih)
Sabrina: Maaf ya..
Pram: Ga papa..ya sudahlah..Met berbahagia ya...
Sabrina: makasih ya...
(dan klik, telpon pun terputus)
(Pram tercenung, ”Maaf ya Sab, untuk semuanya. Semoga kamu bahagia, selalu!”)
(diujung yang berbeda Sabrina menangis lirih, ”Semoga ada kehidupan kedua untuk kita, ya Pram!”)

Day passing day, setahun lewat
Pram masih menikmati sinar matahari pagi yang menembus dinding kaca kantornya ketika telponnya berdering
Pram: Duh, siapa ya? (di layar Hp, terlihat sebuah nomor +62813xx)
+62813xx :Halo, Pram?
Pram: Iya, siapa ya?
+62813xx: Sabrina, Pram!
Pram: Ya Allah. Apa kabar?
+62813xx: Baik. Gimana, kamu udah merit belum?
Pram: Yailah, kamu Sab. Lama ngga nelpon, sekalinya nelpon tanya kapan kawin? Ndak ada yang lain apa?
+62813xx: hihihi...sorry, sorry..Gimana, kamu baik kan?
Pram: Cerah banget, secerah matahari. Hahaha
+62813xx: hahaha..eh, mo kasih tau, kapan maen ke Bali? Ada ponakan yang nunggu lho?
Pram: Hah, udah punya anak? Berapa bulan? Sapa namanya? Kok baru kasih tau?
+62813xx: hehehe...baru 1 bulan, perempuan. Eyangnya kasih nama: Gischa Kanahaya
.....(dialog terus berlanjut)
Pram: Eh, maaf ya Sab. Aku mesti do something
+62813xx: Oh ya, ndak papa. Ok, gutlak ya. Bye. Jangan lupa buruan kawin. Hahahahaha
(dan klik, Pram menutup telpon, ”Terima kasih Tuhan, sepertinya dia telah bahagia”)

Untuk sesaat, Pram terdiam. Tak sadar ditekannya nomor Deena. Di sana terdengar:

aku mau mendampingi dirimu
aku mau cintai kekuranganmu
selalu bersedia bahagiakanmu
apapun terjadi
kujanjikan aku ada (aku mau, once)

Batin Pram bergolak, ”Apakah memang ini jalanku. Meninggalkan orang-orang yang kusayangi, agar mereka bisa (lebih) bahagia?”
(Thanks to: "Mamanya" Raka, Pram & Sabrin karena dah kasih ijin pinjam nama :D )

letters for mamah

Mah..
Maafkan aku
Untuk semua ketidakmengertianku
Betapa berartinya dirimu
Bagiku..

Mah..
Aku merengungi hari
Di temani D’Cinnamons
Sungguh-sungguh..I Wanna Give You More & More
I Love You...

Friday, January 11, 2008

sammy...

Ngga tau darimana dan bagaimana ceritanya tapi semua homo sapien yang kukenal yang bernama SAMUEL bla..bla.. PASTI nama panggilannya ”SAMMY.” Mleset-mlesetnya ”SAM” tapi itupun jika dipanjangin, jadinya tetep ”SAMMY”.

Pun demikian dengan NOVI/NOVA..apapun lah, yang dimulai dengan N.O.V. dan asal cowok (!), bisa dipastikan dipanggil ”NOPEK.”

Eh satu lagi, ”MEEWA” (dibaca dengan nada manja: MIIIW..WAAA...). Kalo ini nemplok di cewek yang punya nama MIRA.

the unspoken love

dada berdesir
jantung berdegup kencang, berlompatan
muka bersemu merah
terbata dalam kata

itu aku, dek..
ketika melihatmu pertama kali, kedua kali, dan yang ke kali-kalinya.
jangan bosen ya..
aku mencintaimu... ;)

Wednesday, January 9, 2008

alarm-alarm kesadaran

Nama: Dadang
Umur: 42 tahun
TTL: Garut, xx-xx-65
Status: Menikah, 2 anak
Pekerjaan: Pemulung

Nama: Bedjo
Umur: 27 tahun
TTL: Kebumen, xx-xx-80
Status: Lajang
Pekerjaan: Tukang Siomay

Nama: Babah
Umur : 47 tahun
TTL: n.a.
Status: Menikah, 5 anak
Pekerjaan: Tukang Sol Sepatu

Ketiganya kutemui di waktu yang berbeda. Ketiganya adalah alarm kesadaran bahwa hidup adalah perjuangan. Mengajariku tentang lantunan syahdu syukur...

Tuesday, January 8, 2008

Qee & Zee

2nd Chapter: SMP
Tidak ada lagi Zee. Zee pergi ke luar kota. ”Bapaknya dipindah tugas ke Surabaya,” begitu suara burung yang datang ke telinga Qee.

”Zee. Z.E.E.” Qee mengeja nama itu dengan sepenuh hati ketika Guru Bersanggul yang mengajar kelas Inggris memintanya mengeja sebuah nama.
”Who is Zee?”
”Ndak tahu Bu. Datang begitu saja”
”Speak in English, Please!”


[”Zee..di mana kamu?” keluh Qee dalam hati]

(Di saat yang bersamaan di Surabaya. Dua ABG berjalan di keramaian Mall, bergandengan. Mereka: Zee dan Boo).

dark side #1

Seminggu lalu, saya bergelut dengan lambung yang terluka. Muntah menjadi menu wajib setiap malam, selama (kira-kira) 3 hari. Akibatnya badan lemes, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tapi, Alhamdulillah, Tuhan Maha Baik, di hari keempat jempol saya mulai dikasih sehat, jadi bisa sms-an, terutama dengan Si Pacar :D

Di malam kelima, saya mendapati diri sedang ”dimarahi” oleh seorang teman. Masalahnya, bahkan dalam sms-an pun, saya (kata teman tadi) suka sekali mengalihkan bahan pembicaraan ketika mulai mengarah ke masalah pribadi (saya). ”Berasa diri ini tidak penting!” sungut sang teman.

Saya jelas tidak enak hati membacanya. Saya pun berkelit sana-sini. ”Emang tidak pantas untuk dimengerti kok,” balas saya lewat sms, ketika dia mengeluhkan sikap saya yang seolah tidak memberi ruang baginya untuk bisa ”lebih memahami” saya.

Seminggu dalam diam..

Sore tadi, saya membuka kotak memori, di sana ada coretan lama:

tahu apa kau tentang cinta
sementara kau tak pernah membagi duka
tahu apa kau tentang cinta
sementara yang kau beri hanya air mata bahagia?


Maaf ya, tiada maksud....

Thursday, January 3, 2008

pulang...

Di sebuah bis, dua minggu kemaren.

Opo iki seng jenenge
Wong kang lagi ketamon asmoro
Roso ora biso lali
Isuk, awan, wengi, tansah mbedo ati..

(Beginikah rasanya, ketika cinta menyapa [datang mengunjungi hati]? Siang-malam, bayang[mu] hadir selalu)

Matur nuwun Gusti, kulo wangsul...

satu sayap #2

aku meniti diam, berharap, menghantarku padamu di ujung sunyi
aku tahu kok, meski rasa ini pasti, kau tak kan pernah mengerti

tanpa tanda petik, tanda seru, apalagi tanya
aku mencintaimu...

satu sayap #1

aku ”jatuh cinta” lagi.

(kadang berpikir, adakah Cupid dendam pada diri ini?)