Tuesday, February 17, 2009

pop rock

”Lagi In”. Itu mungkin kata pas –setidaknya di persepsi beberapa ABG yang saya temui- untuk menggambarkan pemuda itu: pencil jeans, gelang karet dan kaos oblong, plus gaya rambut semi mohawk dan anting2 kecil menghiasi kiri telinga.

Pemuda itu memegang mikrofon, sedang menyanyi. Di selarik bait, mikrofon itu ”dilemparkan” ke arah penonton –yang sebagian besar ABG- dan dengan histeria meneruskan bait-bait lagunya. Mereka hapal di luar kepala. Pemuda itu: vokalis band.

Tak lama berselang, datang pemuda yang berbeda. Tampilannya: seragam. Musik yang diusung: ”11-12”. Tapi itu tidak mengurangi antusias para ABG. Mereka histeris, tidak berhenti bernyanyi, ”mengiringi sang vokalis”.

Saudara, pembaca yang budiman, itulah wajah industri musik pop sekarang. Bukan-bukan, saya ralat itulah wajah indistri musik kita sekarang. Tak percaya? Percayalah! Jangankan jazz dan rock, dangdut, yang katanya musik rakyat aja, udah lewat!

Musiknya, di-aku dan dilabeli pop rock. Pop karena nadanya memang nge-pop, dan rock, hm..., ini yang saya susah untuk mencarinya. Mungkin –ini mungkin lho, karena saya memang awam di musik- ada di gaya tampilan mereka: dandanan dan cara bernyanyi.
++
Musik, sebagaimana cipta-kreasi lainnya, telah berkembang menjadi industri. Dan industri akan selalu patuh pada permintaan pasar –selama belum bisa ”menciptakan pasar.” Ketika musik pop rock booming, itu artinya anda harus siap mendapati telinga anda menjadi penuh dengan suara-suara vokalis band itu. Kenapa? Karena kaset, cd, dvd, radio dan televisi, ya isinya akan itu-itu saja.

Bosen? Jangan! Di luar sana ada beberapa band ada yang ’keluar” dari mainstream. Mereka tidak ragu bermain di area jazz, etnik, atau bahkan pure ke rock. Apakah ini berarti saya alergi dengan pop rock? Wah, jangan salah. Saya hanya ingin bilang bahwa saya bersyukur sekali pada keberadaan band yang sedikit ini. Mereka memberi warna lain.

1 comment:

Anonymous said...

coba dengerin Efek Rumah Kaca, Cinta Melulu, liriknya mempresentasiin tulisan kamu