Friday, October 2, 2020

insting

"Nuruti corona, ora nguntal Mas!". Kalimat itu diucapkan seseorang ketika kami ketemu, antri cukup lama di bengkel. Jika itu terdengar kasar, maka njenengan semua harus dengar kata² seseorang yg pernah sy jumpai di suatu tempat yg tak mungkin sy sebutkan di sini. "Corona ki Ndobol! Doktere ora iso dipercoyo. Loro maag yo corona, DBD yo corona, jantung yo corona. Opo² kok Corona. Wingi jare sing nduwe mebel ya corona, jebule kleru. Sing dodol sego goreng, yo kleru. Wis biasa ae.!"


Begitulah, sudah lebih 3,5 bulan pandemi covid-19 melanda dan menghantam hampir semua aspek. Belum ada kepastian kapan ini akan berakhir. Padahal banyak hal tidak bisa menunggu, terutama urusan perut. Maka, berlakulah "hukum alam". Selain rasa takut, manusia juga dibekali Gusti Alloh insting untuk beradaptasi dan bertahan hidup. Ketika naluri utk bertahan hidup melampaui batas ketakutan, ya begitulah. Rasa takut pelan² akan hilang karena ada batas rasa bosan pada rasa takut. Dan ini juga sejalan dengan kondisi psikologis yg dominan berkembang di masyarakat bahwa selama tidak ada korban yg berjatuhan di depan mata langsung, maka proses hilangnya rasa takut akan semakin cepat. 

Data² kenaikan yg positif dan meninggal pun ndak berarti apa². Karena itu semua "jauh". Tidak di depan mata dan tidak jadi bahan obrolan sehari². Yg diinget adalah "Opo² kok Corona". Yg diobrolkan adalah "kesalahan diagnosis (atau pemberitaan?)" pada 2 dari ratusan kasus tersebut.  Psikologis ini layaknya hipotesis. Yg ditolak justru yg diingat dan dicari.

Sy ndak tau mesti mbales ngomong apa ke temen ngobrol tadi. Menurut sy, apa yg disampaikannya tidak salah, tapi bukan berarti benar dan bs jadi pembenaran. Sy jg tdk punya solusi konkret untuknya. Sy hanya bisa nitip pesen, "Tetep sehat dan semangat Pak. Monggo makaryo, tpi nyuwun sewu, ampun kesupen ngagem masker, jaga jarak dan rajin² cuci tangan njih. Mugi² Alloh Ta'ala paring kesehatan dan keselamatan untuk kita semua. Segera diangkat wabah ini"... (mt)

No comments: