Friday, March 20, 2009

si kacau dan bodoh

(Kalo ada tulisan yang saya menulisnya dengan perasaan sedih, sekaligus malu hati, maka inilah salah satunya)

Seorang teman bercerita di blog-nya tentang uban. Itu mengingatkan pada sebuah cita-cita ’kacau’ saya ketika masih bocah: ”Pengen Ubanan.” Alasannya sederhana, saya melihat guru-guru mengaji saya, yang kebanyakan beruban, adalah sosok yang ”wise”. Jadi, buat saya, ubanan itu keren. Uban itulah yang membuat guru-guru mengaji saya menjadi ”wise” :D

Saya menyadari, kalo ”ubanan’ itu bukan penyebab mereka ”wise.” Bukan dari ilmu alam yang saya pelajari, tapi dari pengalaman pribadi. Sudah sejak 4 tahun yang silam saya beruban. Tapi, nyatanya? boro-boro jadi "wise". Mendekati pun, tidak!

Saya mencoba menengok kembali sosok guru-guru mengaji saya. Mereka cenderung pendiam. Bicara seperlunya dan pada waktunya. Saya sempat berpikir bahwa mereka itu sebenarnya ”tidak tahu,” cuman ”menang keren” karena ada predikat ”Guru.” Saya bahkan pernah dengan sombongnya, nge-tes. Bertanya sesuatu yang sebenarnya sudah tahu jawabannya –saya bener-bener malu hati ketika mengingat ini.

Ternyata, mereka bukan tidak tahu. Pengetahuan mereka bahkan jauh melampaui dari yang pernah saya bayangkan sebelumnya. Mereka –hanya!- tidak suka pamer (ilmu). Mereka diam dalam kedalaman ilmunya. Mereka lebih memilih mendengarkan daripada berbicara. Mereka, MENGAGUMKAN! : ”Semakin mengetahui, semakin sadar bahwa ada banyak hal yang belum diketahui...”

Dan saya pun kemudian mendapati bahwa bukan (hanya) cita-cita saya yang "kacau", tapi saya-nya sendiri (yang) kacau dan bodoh!

2 comments:

Anonymous said...

wuahahaha... syukurlah akhirnya km sadar juga bahwa km tu kacau dan bodoh, hehehe... ntar tak tulis updet di blogku tentang uban ah.
tp bener, uban bukan penanda kebijaksanaan seseorang. seseorang dikatakan bijak, dilihat dari tingkah lakunya.
dengaren, koen bisa bener juga, wakakaka...

kretek kembar said...

dibilangin, calon PEJABAT(!) je... hahahaha...