Sunday, April 10, 2011

fenomena jalak kebo

Saya berhutang tulisan ini, tentang "Fenomena Jalak Kebo".

Saya akan mencoba menuliskannya panjang lebar, yach.. lagaknya orang yang pandai menulis lah, padahal..hehehe....

Sebenarnya ini cuma istilah yang "ngawur." Lha wong semua hanya berdasarkan pada perspektif pribadi kok. Saya akan mencoba mendeskripsikannya sebaik yang saya bisa.
==
Identitas diri itu perlu, karena memang disanalah eksistensi seseorang. Hanya saja, seringkali, identitas diri itu ditonjolkan dengan cara yang berlebihan, sehingga -meskipun tidak disadari- berujung pada kesombongan/pamer.

Teman saya, janganlah, ga usah bawa-bawa teman, saya saja, cukup jadi contohnya. Dulu, dengan menyandang status karyawan di sebuah stasiun nasional, saya selalu merasa superior setiap kali bertemu dengan teman-teman lama, apalagi kalo dari kampung dan kuliah. Saya merasa. "Ini lho, aku saiki wis sukses!" Kepongahan yang semakin menjadi apabila lawan bicara menyambutnya dengan "penuh kekaguman." Padahal, saya ini bukan siapa2 di tempat kerja. Hanya staf biasa. Sama sekali bukan "orang sukses." Orang jawa bilang, saya ini "nyende wit jati." Saya hanya ndompleng nama besar perusahaan.

Saya juga akan dengan bangganya, masuk ke mall dan pasar dengan berseragam kantor. Motifnya, pamer! (Hih...!). Saya ingin melihat orang melihat, menoleh dan memandang penuh kagum. Padahal, saya bukan staf yang bekerja di lapangan, yang memang dituntut untuk berseragam dalam setiap liputan. Saya hanya staf kantoran.

Saya dengan santainya mengirim pesan pendek ke setiap kenalan di saat hari raya dengan membawa-bawa nama perusahaan di belakang nama saya. Motifnya, pertama sih, biar orang ngeh kalo yang ngirim itu saya (maklumlah nama saya rada "pasaran" ;) ) tapi lama-lama...Pamer! Padahal, semua semu belaka. Yang saya "pamer-kan" itu kantor saya, bukan saya.

Saya seperti (burung) jalak kebo. Kecil, tapi ingin selalu terlihat besar. Identitas yang saya bangun bukan identitas diri saya yang sebenarnya. Saya, tanpa sadar, telah menghilangkan identitas saya sendiri sebagai sebuah manusia.

Saya lupa dan alpa, bahwa identitas itu seharusnya dibangun melalui kerja keras dan integritas. Menjadi "terkenal" karena buah dari kemampuan diri sendiri, tanpa perlu mendompleng nama besar perusahaan, trah keluarga ataupun title yang melekat. Jadi cukuplah saya dikenal sebagai saya: Taqi. Itu saja, cukup.





1 comment:

Anonymous said...

inspiratif mas. yg sregep nulise ya. aku jg lg males banget ni. pengen share pengalaman di jepang (udah di sini sih), tp rasane mualese polll