Desember, minggu
kedua. Langit Jogja kini semakin akrab dengan hujan. Bumi, basah.
-
Hari ini, hujan
(lagi). Di dalam ruang kuliah, suara teman yang sedang mempresentasikan International Trade Theory and Development
Strategy terdengar seperti suara lebah yang berdengung. Tidak jelas.
Di sela
presentasi, aku mulai menulis tentang lelaki yang gelisah dan tak bisa membagi
kegelisahannya. Aku menulis tentang Bapak.
==
Pagi yang muram
di ufuk timur. Basah. Sisa hujan semalam. Ditemani kopi panas, aku melanjutkan
menulis, tentang lelaki yang gelisah.
==
Menghentikan bis
selepas subuh. Lelaki 72 tahun itu mengulang ritmenya. ”Bapak ke Lasem.
Sendiri” begitu bunyi pesan ekplisitnya. Implisitnya, aku, diminta menelpon
Beliau. Memintanya pulang dan menjanjikan menemaninya. Mengulang ritme ziarah
dan silaturrahim. Aku menolak.
Saat ini, aku
mengenal Bapak, seperti aku mengenal diriku sendiri. Bapak gelisah. Pengen
berkeluh kesah. Tapi, ya, kami adalah
spesies yang sama. Tidak bisa berbagi gelisah, keluh kesah dan masalah. We keep it for ourself. Menjauhkannya
dari orang-orang, terlebih orang-orang yang kami sayangi. Bapak dan aku, ada the same saddle on our back.
No comments:
Post a Comment