Monday, July 28, 2008

biker beginner

“Sing tatag, ati-ati lan waspodo. Jakarta ki kejam Le!” Petuah itu meluncur dari mulut seorang saudara ketika saya mengabarkan ke beliau bahwa saya baru saja menerima surat cinta dari sebuah stasiun televisi swasta nasional di Jakarta.

Kini, sudah tiga tahun berlalu, dan saya masih berkesimpulan bahwa Saudara saya itu benarlah adanya. Jakarta memang ”kejam” terlebih -untuk orang kampung seperti saya – jalanannya.

Menjadi biker di Jakarta itu adalah pilihan yang mesti bin tidak bisa tidak alias kudu dan harus saya pilih –hayo-hayo.. gadis-gadis cantik bermobil, ini ada omprenger ganteng nganggur lhoh :D. Maklumlah dengan gaji mepet, hanya sepeda motor yang bisa dikredit –jadi sampeyan tak usah heran kalo saya masih suka mesem tengsin kalo baca stiker ”Pak Polisi, Jangan Disemprit, Motor Kredit” di spakbor belakang motor laen.

Dua tahun menjadi biker –setahun pertama, saya jadi buser, maksudnya numpang bus :D –menyadarkan saya bahwa saya punya bakat jadi biker huebat! Jadi, sampeyan semua ndak perlu heran kalo mendapati saya memacu motor kenceng banget di Lenteng Agung. Pikir saya, bersaing, adu cepat, dengan Kereta Api adalah best practice yang paling gampang plus menguntungkan. Ibaratnya, sekali kayuh dua tiga pulau terlampaui: sambil berlatih dapet bonus absensi jempol ndak telat.

Tapi, practice saya tak terbatas berpacu dengan Kereta. Saya sadar, untuk bisa menjadi seperti Valentino Rossi, saya kudu jago handling juga. Jadilah, di tengah-tengah kemacetan, saya seringkali bermanuver nekat dan ”sedikit gawat”:

  • Untuk melatih ketenangan, saya memilih bermanuver, dari yang sederhana: nyelip di antara dua mobil, sampai yang sedikit ekstrem: nlingsep di sela roda depan-belakang truk.
  • Untuk melatih keseimbangan dan konsentrasi, saya suka sekali melatihnya dengan melewati jalan rusak. Dan ini menjadi the easiest one, karena hampir semua jalanan di Jakarta, hehehe,...
  • Untuk melatih keberanian dan pendengaran, uhm... saya paling memilih melaju cepat mengikuti ambulance atau mobil pemadam kebakaran. Sebenarnya ada satu lagi, tapi saya belum mencobanya dan kayaknya tidak recommended deh: naek ke trotoar. Di sini saya biasa melihat biker adu nyali dengan pejalan kaki, ndengerin omelan pejalan kaki –"yaiyalah trotoar kan emang untuk pejalan kaki bukan untuk motor..."

Namun, dari semua practice itu, aksi paling memukau adalah ketika saya melajukan motor dalam keadaan mules. Sebuah aksi yang sungguh saya tak bisa melukiskannya dalam kata. Mak Wuzzz.... :D

No comments: