Monday, July 30, 2007

VERMAK (LEPIS)

Silakan dibayangkan...
+++
”Bang, tolong dipotong ya! Dua centi-an lah. Eh itu udah dengan lipatannya ya”
”Sebentar ya, orangnya lagi ke dalam”

Tak lama, muncul laki-laki berumur, berkaos oblong, dengan meteran jahitan menggantung di lehernya
”Ini yang di-vermak?”
”Bukan bang, mo dipotong”
”Iya di-vernak, kan?”
”Bukan, di potong, digunting”
”Lha iya, di-vermak. Berapa centi?”
”Dua centi, tapi dipotong ya, bukan di-vermak”
”Lhah ya sama saja atuh, di-vermak mah dipotong juga”
”Ooh...”

Semenjak itu nambah satu kosakata di dictionary otak: Vermak=potong

Di lain hari, dengan tukang jahit yang berbeda
”Bang, ini tolong dikecilin pinggangnya ya, jadi 31. Berapa?”
”Uhm...sepuluh deh!”
”Ok, Saya tunggu ya!”

Dua menit dalam diam
”Eh bang, tadi vermak-nya jadi 31 kan ya?
”Lhoh, bukan di-vermak, dikecilin bang” (ini karena dictionary otak-nya belum di-upgrade, masih vermak=potong)
”Lha iya, sama saja, vermak mah ngecilin”
”Ooh..”
(sambil manggut-manggut sok ngerti, padahal lagi nge-updgrade dictionary otak: vermak= (1) potong; (2) ngecilin)
+++
Dua kejadian yang sudah lama sekali, tapi masih saja bikin tersenyum jika mengingatnya. Semuanya hanya gara-gara sebuah kata: Vermak
===
Vermak. Jika orang yang bisa berbahasa Indonesia dan normal pasti ngeh kalo kata ini artinya permak (memperbaiki, membuatnya menjadi lebih baik, ato kalo orang amrik bilang to make over). Tidak ada masalah kan? Cukup clear. Jadi, sekali lagi, jika orang yang bisa berbahasa Indonesia dan normal pasti ngeh dan tidak akan mempermasalahkan ini, apalagi dibikin tulisannya iya toh? Namun, selalu ada perkecualian. Dan itu..Saya!

Saya sebenarnya cukup fasih berbahasa Indonesia. Buktinya, tulisan ini pun saya tulis dengan bahasa Indonesia, iya kan? Artinya bukan ketidakbisaan bahasa Indonesia-lah yang menjadi sumber masalahnya. Jadi..., jangan, jangan...? Yup, betul! Masalahnya adalah saya tidak normal!

Hush, tenang dan sabar lah dulu, tidak normal bukan berarti gila. Saya waras kok, hanya saja memang sedikit tidak normal:D. Dan ini semua gara-gara Vermak! Lha iya, coba saja, dari mana juntrungnya, permak kok bisa jadi vermak. Ketemu pirang perkoro? (hey, bagaimana men-translate ini ke bahasa indonesia? Uhm...oh iya, bagaimana bisa?)

Tapi, yach karena saya orangnya tidak normal, suka ngomong sendiri (jangan dihina dong! Ini much better daripada ngomongin orang lain, hehehe), maka saya mencoba menganalisis asal muasal kata vermak:
  • Dari bahasa Belanda
    Dalam otak saya, ketika membaca kata Ver-mak (sengaja saya pisah, untuk memberikan tekanan di kata mak) terbayang kalimat ini: ”Negara Indonesia adalah Negara Hukum (rechstaat) bukan negara kekuasaan (machstaat)"
    Nah, dalam analisis ketidaknormalan alias dugaan ngawur saya, Vermak berasal dari kata Vermacht (tolong, diucapkan dengak aksen londho yang kuentel ya :D ). Kok bisa? Ya bisalah. Biasa kan lidah Indische kita keseleo dan mencari yang sekiranya enak diucapin saja. Macht itu susah, karena kalo tidak biasa, bisa-bisa tenggorokan gatel (ga percaya? Coba aja, ngomong macht berulang-ulang, hehehe). Nah, macht itu be-ti (beda-beda tipis, red) dengan Mak, sebuah kata yang sangat membumi. Jadilah vermacht ke vermak.
    So, sekarang adalah tugas Anda semua, pembaca budiman untuk mencari kebenarannya, apakah ada kata Vermacht dalam bahasa belanda, OK! Analisis satu, done! :D
  • Berasal dari (lidah) orang Arab
    Sebelum menjelaskan analisis ketidaknormalan kedua, saya minta maaf. Afwan, afwan (maaf banget, red). Ndak ada niatan menyudutkan atau bermaksud nyenggol-nyenggol SARA (yang ada pengen nyenggol-nyenggol Sarah :P ). Ok ya..Ok.. Nah, di sini ada dua kemungkinan.
    Kemungkinan pertama, pemakai jasa permak jins pertama kali adalah orang Arab. Analisis ketidaknormalan saya ini berdasarkan pada: (1) Jins kan mahal, (2) Orang Arab biasanya sodagar kaya, (3) Sodagar biasanya perhitungan banget sama yang namanya duit. Dari persamaan (1)+(2)+(3) lahirlah kesimpulan sebagai berikut:
    Orang-orang Arab termasuk golongan The Have yang bisa beli jins yang harganya selangit (jaman dulu). Suatu hari, karena suatu sebab yang saya tidak bisa kemukakan di sini (sebenarnya sih, karena tidak tahu :D ) jins yang telah dibeli terlalu panjang, terpaksalah dibawa ke tukang permak (karena kalo beli lagi kan sayang duitnya, ingat persamaan [3]). Di sana dia bertemu dengan tukang permak, dan terjadilah dialog:
    ”Assalamualaikum”
    ”Alaikum salam”
    ”Ane mau verma’ jins. Ujungnya terlalu fanjang, ane mau ente fotong ujungnya”
    ”Beres Wan, ente pengen dipermak (dipotong, red) berapa centi?”
    ”Insya ’Allah tiga centi cukup. Besok ane ambil. Syukron (terma kasih, red) ya”
    ”Iye wan, syukron juga!”
    Setelah orang Arab itu pergi, tukang permak, yang ternyata lulusan sekolah ekonomi ini nyadar kalo kata permak yang diucapkan menjadi Verma’ (tolong diucapkan dengan akhiran huruf ’ain [huruf ke-18 dalam bahasa arab] dengan logat arab yang kuentehel) bisa menjadi Brand yang kuat, karena unique dan orisinalitasnya terjaga (tuh kan, tukang jahit juga sadar Brand :D ). Akhirnya, jadilah kata permak menjadi Vermak :D
    Kemungkinan kedua,
    orang Arab-lah yang pertama kali menjadi penyedia jasa permak jins. Analisis ketidaknormalan saya ini berdasarkan pada: (1) Jins kan mahal, (2) Orang Arab biasanya adalah sodagar, (3) Sodagar, punya naluri bisnis yang kuat, dimana ada peluang bisnis, pasti dibisnis-in, (4) Kebanyakan orang Indonesia sayang ama duitnya. Dari persamaan (1)+(2)+(3)+(4), lahirlah kesimpulan sebagai berikut:
    Suatu hari, one of Indonesian people, sebut saja namanya Kang Parno membeli jins. Entah karena salah waktu fitting, ato emang ngga dapet ukuran yang pas, jadilah, supaya pas di kaki, jins yang dibeli tersebut dibawa ke tukang permak yang kebetulan adalah seorang Arab. Dan terjadilah dialog:
    ”Assalamualaikum”
    ”Alaikum salam”
    ”Ane mo permak jins. Tolong ukuran perutnya dikecilin ya Wan”
    ”Oh..vermak jins. Beres. Sini ane ukur dulu ferut ente. Hm..28.5”
    ”Wan, berapa lama nih!”
    ”Oh, sebentar kok. Ente tunggu aja. Faling-faling seferemfat jam”
    ”Ya sudah ane tunggu”
    Bulan berganti tahun, Kang Parno sudah semakin makmur, sudah menjadi orang ternama, perutnya pun semakin membuncit. Akibatnya, jins kesayangan pun sudah susah untuk dipakai lagi. Tapi karena Kang Parno, sayang duit dan sayang jins, pergilah ia ke orang Arab penyedia jasa permak jins (yang dulunya ngecilin jins-nya). Di sana, terjadilah dialog lagi:
    ”Assalamualaikum”
    ”Alaikum salam”
    ”Wan, tolong di verma’ ya
    (ini sengaja diucapkan oleh Kang parno untuk menghormati penjahit Arab). Perutnya digedein. Ane udah ukur di rumah, 37!”
    ”Beres bos!" (ini juga sengaja diucapkan penjahit Arab karena tahu Kang Parno udah jadi Bos)
    Singkat kata, singkat cerita, sejak saat itu, berkat bantuan Kang Parno dengan jins kesayangannya kalimat Verma’ menjadi terkenal. Akhirnya, jadilah kata permak menjadi Vermak :D

Begitulah, sodara-sodara semuanya. Sekiranya sudah cukup penjelasan dan analisisnya. Jika memang ini benar, ya syukurlah, jika salah, tolong saya jangan di-VERMAK! :D

No comments: