Tuesday, November 5, 2013

bid'ah


Pengennya nulis yang ringan-ringan saja. Maklumlah, dengan kapasitas otak yang pas-pasan, hari-hari saya sudah penuh dengan kuliah yang padat. Namun apa daya, secara naluriah, hal-hal ringan tersebut, kok ya ndilalahnya, tidak nyantol. Ndak ada daya gugahnya alias tidak mampu menggerakkan jari untuk ”menari diatas keyboard laptop.” Jadi, mohon maaf, kalo saya menuliskan hal yang ”berat”di awal tahun 1435 H. Ini tentang: Bid’ah.

Jengah rasanya saya mendengar tentang bid’ah. Dengan mudah saya menemukan muslim yang dengan ”entengnya” men-cap muslim lain -yang adalah saudara- dengan sebutan ahli bid’ah, hanya karena beribadah dengan cara yang tidak sama dengan yang diyakini dan dilakukannya.

Tidakkah para pen-cap itu sadar bahwa orang-orang yang mereka beri stempel ahli bid’ah itu adalah orang yang juga menyembah ALLAH Ta’ala. Meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Rosulullah?

Seringkali argumen yang diberikan para pen-cap tersebut adalah bahwa ”para ahli bid’ah” tersebut telah menambah ibadah dan melakukan ibadah tidak seperti yang Nabi Muhammad ajarkan.

Yang paling banyak disorot adalah tentang doa kepada mayit. Dikatakan bahwa doa kepada mayit tidak akan sampai, dan jika melakukannya, salah satunya dengan Tahlil, maka akan tertolak dan bid’ah. Argumentasinya adalah setiap amalan akan terputus ketika seorang meninggal. Dan itu tidak pernah dicontohkan oleh Rosulullah.

Sebagian ulama mengatakan bahwa itu bisa ”dibantah” dengan hadits yang menyebutkan bahwa ada tiga perkara yang tidak akan terputus amalnya, meskipun sudah meninggal, salah satunya doa anak yang sholih. Tapi ijinkanlah saya melihatnya dari perspektif pribadi. Menurut saya, doa kepada mayit akan sampai dan didengar oleh ALLAH Ta’ala. Tidak harus anaknya. Orang lain pun bisa. Dasarnya adalah sholat jenazah. Tidakkah dalam shalat jenazah kita memanjatkan doa-doa dengan harapan ALLAH Ta’ala memaafkan segala dosa jenazah, mengasihinya dan melapangkan kuburnya? Kalo memang tidak sampai, lalu untuk apa kita shalat jenazah?

Kemudian, renungkanlah kejadian ini –monggo dicari sendiri haditsnya:
Tahukah, bahwa bacaan pada Takbirotul Ikhrom (Allahu Akbar Kabiiro, dst) bukanlah berasal dari Rosulullah, tapi berasal dari salah satu sahabat? Apakah kemudian Rosulullah memarahi sahabat tersebut dan menyebutnya dengan ahli bid’ah –karena telah menambahkan bacaan dalam sholat? Tidak!

Contoh lainnya adalah tentang bacaan pada I’tidal dan tata cara sholat makmum yang masbuk (tertinggal shalatnya). Diriwayatkan dalam hadits, bahwa bacaaan dan tata cara inipun bukan berasal dari Rosulullah, namun Rosulullah mengijinkannya.

Saya ndak akan menuliskan ayat –monggo kalo mau men-judge dengan mengatakan bahwa tulisan ini ’sampah’ karena membahas masalah bid’ah namun nir dalil. Saya hanya menyampaikan apa yang saya yakini. Saya menghormati jika kemudian ada perbedaan diantara kita. Saya hanya ingin menahan diri dan lidah, dari mudahnya mengucap kata bid’ah. Apalah saya?

No comments: